FOKUS JATENG-KARANGANYAR – Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Tengah meminta pemerintah mencabut pajak pertambahan nilai (PPN) gula petani yang ditetapkan 10 persen. Lantaran pajak tersebut semakin membuat petani terpuruk. Ditambah lagi kondisi kualitas produksi gula saat ini sudah tak mampu memberi keuntungan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) APTRI Jawa Tengah Sukadi Wibisono mengatakan, regulasi pajak PPN gula petani sebenarnya sudah lama. Mengingat ditetapkan melalui Undang Undang, pihaknya mendesak agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpu yang intinya mencabut keputusan itu.
”Kalau perubahan Undang UNdang tentu membutuhkan lama karena harus dibahas dengan DPR. Kalau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga butuh waktu,” ungkap Sukadi di Pabrik Gula (PG) Tasikmadu, Karanganyar, Rabu 28 Juni 2017 saat menggelar halal bi halal dengan petani tebu Karanganyar.
Langkah pemerintah dengan memberikan bantuan kepada petani tebu dinilai tidak menyelesaikan masalah. Sebab salah satu problem gula nasional di antaranya adalah terkait efisiensi di pabrik gula. Karena tidak efisien, maka rendemen gula yang dihasilkan saat ini rata rata hanya 6. Sedangkan di negara negara lain, rendemen mencapai 10-14.
Rendemen yang hilang bila dikalkulasi dapat digunakan untuk membuat tiga pabrik gula dalam setahun. Hal itu sangat ironis karena sumber daya alam di Indonesia lebih baik di banding negara lain. Agar bisa mencapai swasembada gula, pemerintah semestinya melakukan revitalisasi total terhadap pabrik gula yang dimiliki.
Menurutnya, revitalisasi pabrik gula yang berlangsung kini masih setengah hati dan tidak menyelesaikan akar permasalahan. Sebab biaya produksi masin tetap besar dan hasilnya tidak efisien. Dengan demikian, investasi yang dilakukan dinilai sia sia saja.
”Petani tidak menolak PPN kalau rendemen yang dihasilkan mencapai 10 karena sudah memberikan keuntungan,” tegasnya.
Dengan kondisi saat ini membuat petani tebu seolah-olah hidup segan mati tak mau. Pada sisi lain, kaderisasi petani tebu sudah sangat sulit. Kaum muda saat ini sudah menjauhi untuk bertani tebu karena merugi dan tidak memberikan jaminan pendapatan di masa depan.
Mereka lebih memiliki menjadi karyawan pabrik karena ada jaminan pendapatan. Sedangkan petani tebu yang sudah memasuki generasi tua butuh adaptasi untuk pindah ke komoditas pertanian lainnya. Pihaknya berharap rendahnya rendemen dari pabrik gula menjadi bahan evaluasi pemerintah.
”Kami sudah lama mengusulkan tentang hal ini namun belum dilaksanakan. Kalau seperti ini kapan Indonesia swasembada gula,” tegasnya.
Dirinya yakin apabila pabrik gula efisien, maka bahan baku akan turut mengikuti menjadi baik. Petani tebu berharap pemerintah segera hadir memberikan solusi kepada petani. Pemerintah harus membangun sector riil yang selama ini cenderung diabaikan. Seperti apabila petani tebu kuat, maka akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. (bre)