FOKUS JATENG – WONOGIRI – Bantuan perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH) dianggap terlalu kecil hingga membuat sebagian penerima harus tombok biaya lagi. Bahkan sebagian lagi memilih mundur dari daftar penerima bantuan.
Sementara pemkab menegaskan bantuan RTLH hanya stimulan. Fokus utamanya menumbuhkan kepekaan dan kepedulian sosial.
Salah satu penerima bantuan menjelaskan, jumlah biaya yang dikeluarkan untuk rehab rumah bisa mencapai puluhan juta rupiah. Meliputi pembelian material, upah tenaga, keperluan konsumsi, dan sebagainya. Bantuan Rp15 juta dianggap sangat kurang, dan kadang membuat penerima terpaksa menombok dengan cara mencari pinjaman.
“Sehingga ya harus tombok, malah ada juga yang memilih mundur sebagai penerima bantuan,” ujar dia yang enggan namanya dipublikasikan.
Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Wonogiri, Arso Utoro menegaskan bantuan RTLH dari pemerintah hanya bersifat stimulan. Pemerintah ingin warga tumbuh rasa kepekaan dan kepedulian sosialnya. Sehingga bisa membantu warga lain yang membutuhkan.
“Memang bantuan per penerima Rp15 juta, jika dibandingkan biaya membuat satu unit rumah layak senilai Rp50 juta lebih, nilainya sangat kecil. Tapi bantuan itu adalah stimulan, untuk merangsang,” tegas Arso sembari menyebut bantuan RTLH tahun ini mencapai kisaran Rp15 miliar, Rabu (26/7).
Idealnya, ujar Arso, ketika ada warga menerima bantuan RTLH, masyarakat sekitar bersemangat bergotong-royong membantu. Dengan keikhlasan dan rasa peduli, melalui sumbangan tenaga, pemikiran, material dan lainnya, mestinya anggaran bantuan stimulan sebesar Rp15 juta itu bisa membuat rumah yang semula tidak layak dihuni menjadi lebih layak.