Menyatukan Keterusikan Bangsa dengan Semangat NKRI Harga Mati.!, Saya Indonesia.!, Saya Pancasila.!

Seminar nasional yang digelar di UNS, Kamis 31 Agustus 2017. Istimewa (/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG – SOLO – “NKRI harga mati, saya Indonesia, saya Pancasila.” Ungkapan untuk menyatukan kembali keterusikan persatuan bangsa ini. Suasana Indonesia yang saat ini masih ada perselisihan satu sama lain sebab dari ego masing-masing yang memunculkan perselisihan/persoalan/konflik yang bisa mengancam NKRI.

Dilihat dari latar belakang tersebut Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya UNS mengajak untuk kembali dan meningkatkan rasa nasionalisme melalui kegiatan Seminar Nasional dengan tema ”Kajian Mutakhir Bahasa, Sastra dan Budaya untuk  Membangun Kebhinekatunggalikaan NKRI” yang berlangsung Jumat-Sabtu (25-26/8) di Hotel Sahid Jaya, Surakarta.

Selain itu sebagai upaya untuk meningkatkan wawasan global dosen dan mahasiswa. Selain itu, ditujukan pula bagi perkembangan mutu pendidikan secara internasional. Utamanya dalam perkembangan ilmu linguistik, sastra, filologi dan budaya daerah.

Generasi sekarang ini adalah generasi mellenial, generasi yang bisa menjadi kekuatan besar tapi juga bisa menjadi ancaman kalau tidak bisa dikelola dengan baik. Generasi yang familiar dengan teknologi/gadget yang cara berpikirnya buka lagi secara lokal tapi secara global.

Indonesia yang beragam Bahasa, agama, suku dan budaya menjadikan bangsa yang besar.

Bahasa dan sastra Jawa  merupakan sumber pendidikan karakter. Dalam bahasa dan  sastra Jawa  terdapat pendidikan nilai yang merupakan  substansi utama dari pendidikan karakter, yang memuat tata nilai kehidupan masyarakat, seperti norma, keyakinan, kebiasaan, konsepsi, dan simbol-simbol yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa, toleransi, kasih sayang, gotong royong, kesopanan, kemanusiaan, nilai hormat, dan lainnya.

Seminar nasional ini menghadirkan narasumber antara lain :
1. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd. (Universitas Negeri Yogyakarta)
2. Prof. Dr. Dadang Suganda, M.Hum. (Universitas Padjadjaran)
3. Dr. F.X. Rahyono, M.Hum. (Universitas Indonesia)
4. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. (Universitas Udayana)
5. Dr. Sri Ratna Saktimulya, M.Hum. (Universitas Gadjah Mada)
6. Prof. Sahid Teguh Widodo, M.Hum., Ph.D. (Universitas Sebelas Maret)

Dalam seminar dihadiri kurang lebih 60an peserta dari berbagai universitas dan juga lembaga yang bergerak di bidang pengembangan Bahasa, Sastra dan Budaya di seluruh Indonesia yakni STIBA Saraswati Denpasar, FIB UGM,  FIB UNPAD, UNUD, UNES, Universitas Trunojoyo Madura, Sekolah Tinggi Musik Bandung, Balai Bahasa Bali, Universitas Mataram, FBS UNESA, SMP Kristen 2 Gloria Surabaya, UNNES, dan PNRI. Setelah seminar para peserta berdiskusi terkait Kajian Mutakhir Bahasa, Sastra dan Budaya untuk  Membangun Kebhinekatunggalikaan NKRI.

Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd. (Rektor Universitas Negeri Yogyakarta) dengan materinya Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Jawa Yang Mudah Dan Menyenangkan mengatakan, “Mengajak untuk membumikan nilai-nilai kebhinekaan itu diwujudkan dalam merealisasikan yang sebenarnya. Salah satunya dengan metode Pendekatan pembelajaran menerapkan pendekatan contextual teaching and learning (CTL), yaitu kegiatan pembelajaran yang melibatkan pengalaman belajar yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan/ atau daerah. Strategi yang digunakan berupa kombinasi dari pembelajaran otentik, berbasis inkuiri, berbasis masalah, layanan, dan berbasis kerja.”

Sumarlam, ketua panitia sekaligus  dosen Prodi Sastra Daerah berharap, bahwa dengan seminar nasional ini mampu memberikan dampak yang positif bagi perkembangan ilmu linguistik, sastra, filologi dan budaya daerah yang memperat budaya nasional.

“Kita harus memposisikan diri dalam percaturan global salah satunya dengan menegaskan kembali identitas bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk (bhinekatunggalaika), itu merupakan modal sosial yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia yang menjadi kekayaan dan sumber daya bangsa ini yang bisa mengantarkan bangsa ini menuju kejayaan dengan meningkatkan sumber daya bukan hanya ketrampilan, pengetahuannya, tetapi juga moral dan mempunyai nilai budaya yang tumbuh dimasyarakat,” Sementara Warto selaku wadek 1 mewakili dekan FIB.