Sri Hartini Divonis 12 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar. Vonis Bakal Dibacakan di Tipikor Semarang

Kasus Korupsi. (Ilustrasi/Pixabay) (/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG – KLATEN – Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini divonis 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun penjara. Vonis tersebut akan dibacakan dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, pekan depan (20/9/2017).

Terkait itu, Sekda Klaten Jaka Sawaldi mengatakan, nantinya pemberhentian Bupati Klaten nonaktif dilakukan langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri). ”Kalau sudah ada keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Kita tunggu saja. Sudah langsung nanti (pemberhentian dari) Kementerian Dalam Negeri kan yang mengangkat Menteri (Dalam Negeri),” katanya kepada wartawan Kamis 14 September 2017.

Sesuai Surat Keputusan (SK) Kemendagri Nomor 131.33/042/OTDA tertanggal 5 Januari 2017, Wakil Bupati (Wabup) Klaten Sri Mulyani ditunjuk sebagai Plt Bupati Klaten. Penunjukkan wabup sebagai Plt Bupati merujuk UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2015. Dalam UU tersebut dinyatakan, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.

”Status bupati, maka Hartini masih menerima haknya sebagai kepala daerah semisal gaji bulanan. Sedangkan tugas dan wewenang kepala daerah dilaksanakan oleh pelaksana tugas (Plt) bupati,” kata Jaka.

Ditambahkannya, dengan kasus yang membelit Hartini maka usulan pemberhentian tidak dilakukan oleh pemkab. Pemberhentian menjadi kewenangan Mendagri. Hal ini berbeda ketika pemkab mengusulkan pemberhentian kepala daerah karena pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).

”Kecuali dalam hal ini secara reguler ada pemilihan maka diusulkan (berhenti). Karena ini di luar itu maka sudah selesai (bukan kewenangan pemkab),” jelasnya.