FOKUS JATENG-KLATEN-Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Klaten, Senin 2 Oktober 2017 mengecek potensi pasar tradisional di sejumlah tempat. Pengecekan itu akan dijadikan dokumen untuk mengajukan target pendapatan sektor pasar di tahun yang akan datang.
Pasalnya, dalam perkembangannya beberapa pasar tradisional di Kabupaten Klaten sudah tidak aktif lagi lantaran karena ditinggalkan pedagangnya. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang Pasar Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Klaten Bambang Budi Susilo mengatakan, hasil dari pengecekan itu akan jadi dokumen gambaran tentang pendapatan pasar se Kabupaten Klaten.
”Tujuannya untuk mengetahui kondisi riil pasar seperti apa. Nanti akan dijadikan dokumen untuk tahun-tahun yang akan datang,” katanya saat ditemui fokusjateng.com di ruang kerjanya.
Pada tahun 2016, pendapatan sektor pasar ditarget Rp 4,2 miliar dan terealisasi hanya Rp 4,1 miliar atau 99 persen. Sedangkan pada 2017 target sektor pasar sebesar Rp 4,3 miliar dan hingga Agustus sudah terealisasi Rp 2,7 miliar atau 62,46 persen. ”Penyebabnya karena kondisi pasar yang sepi dan bersaing dengan pedagang asongan yang keliling ke rumah (petkampungan, red) penduduk,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Unit Matahari Plasa Warsita mengakui banyaknya pedagang asongan yang menjajakan dagangannya ke rumah-rumah membuat warga jadi malas ke pasar. ”Sekarang warga cukup menunggu di rumah. Pedagang sudah ada yang datang dan keliling kok. Pedagang sayur yang pake motor dan bronjong semakin banyak jumlahnya,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Kepala Unit Pasar Gentongan Suroso menjelaskan, sekarang ini kondisi pedagang pasar tradisional sungguh memprihatinkan. Selain karena pedagang yang sudah tua tidak punya generasi penerus untuk berdagang dipasar juga dikarenakan munculnya pasar modern di sejumlah daerah.
Menurutnya, ada 4 pasar yang dikelolanya,yakni, Pasar Gentongan (Totogan) Pasar Senggol dan Pasar Mayungan. Target pendapatan sektor pasar di wilayahnya sebesar Rp 150 juta dan terealisasi Rp 130 juta atau 92 persen.
”Ada kecenderungan sekarang ini pedagang yang sudah tua tidak punya generasi penerus untuk jualan di pasar. Ini yang mempengaruhi potensi pasar,” jelasnya saat ditemui di Pasar Senggol Desa Candorejo, Kecamatan Ngawen.
Salah satu pedagang, Darsini yang ditemui di sela menerima kunjungan petugas cek potensi pasar mengatakan, dirinya setiap kali berjualan di Pasar Senggol hanya dibebani biaya retribusi Rp 500. ”Kalau berjualan ya ditarik retribusi, tapi kalau tidak jualan ya tidak bayar,” kata warga Desa Meger, Kecamatan Ceper, ini.