PENGELOLA sekolah dasar (SD) negeri patut mengaca model manajemen SD swasta yang tergolong difavoritkan masyarakat. Jika tidak melakukan terobosan-terobosan – minimal seperti SD swasta favorit – maka tinggal menunggu kehilangan calon peserta didik. Saya ibaratkan penjual permen yang menyediakan aneka rasa bagi konsumen.
Permen aneka rasa ini, jika ditarik ke wilayah dunia pendidikan adalah pengelola sekolah dituntut menyuguhkan program-program yang inovatif dan kreatif. Ini dilakukan semata-mata menarik perhatian masyarakat yang memiliki anak yang akan duduk di bangku SD.
Pertanyaannya adalah kenapa demikian? Sebab SD swasta yang difavoritkan masyarakat itu sudah jauh melangkah membikin program inovatif dan kreatif. Sehingga bagi pengelola sekolah swasta favorit ini selalu nyaman setiap datang tahun ajaran baru. Mereka sudah memiliki calon peserta didik baru berkualitas dari modal yang sudah dilakukan dari program kreatif dan inovatif.
Pendaftaran calon peserta didik baru di setiap tahun ajaran baru menggelar seleksi. Selain itu kuotanya pun dibatasi. Ya itu tadi. Karena sudah memiliki program unggulan, maka kuota tercukupi, bahkan menolak calon peserta didik baru.
Berbeda dengan SD negeri – yang sebagian tidak difavoritkan masyarakat – malah minim calon peserta didik baru. Dengan penuh kecemasan menunggu limpahan dari sekolah lain yang sudah tercukupi kuotanya. Jika minim peserta didik, maka pada akhirnya terkena program regrouping (penggabungan). Kondisi ini hampir terjadi di seluruh Indonesia.
Seperti di Kota Solo. Di mana pada tahun 2013 ada 10 SD negeri yang digabung menjadi 4 sekolah. Lantas tahun 2014 ada 9 SD negeri digabung menjadi 5 sekolah. Tahun 2015 ada 13 SD negeri digabung menjadi 6 sekolah. Pada tahun 2016 ada 7 SD negeri digabung menjadi 3 sekolah, dan tahun 2017 rencananya juga ada penggabungan sekolah.
Beberapa faktor yang mendorong dilakukannya regrouping yakni efisiensi anggaran. Selain itu manajemen sekolah dan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada SD negeri. Untuk faktor terakhir ini, ada fakta lama yang cukup menarik, di mana sekolah-sekolah swasta favorit cenderung sudah penuh siswa sejak awal.
Untuk itu, saatnya SD negeri memiliki program favorit dan inovatif untuk menari calon peserta didik baru. Misalnya yang diterapkan di SD swasta yang difavoritkan masyarakat. Yakni dengan metode muwasafat, yaitu memiliki akidah lurus, beribadah yang benar, berakhlak mulia, mandiri, berwawasan dan berpengetahuan luas. Selain itu berbadan sehat dan kuat, bersungguh-sungguh terhadap dirinya, terampil mengelola segala urusanya, disiplin waktu, dan bermanfaat bagi orang lain.
Tujuan pendidikan ini merupakan implikasi dari dimensi akidah dari ideologi pendidikan Sekolah Islam Terpadu. Dimensi akidah ini menuntut setiap aktivitas pendidikan harus bermuara kepada terbentuknya tauhid kepada peserta didik. (Suyanto, Jurnal Pendidikan Islam: Desember 2013).
Keberhasilan SD swasta favorit harus menjadi tolok ukur bagi SD negeri yang semakin lama semakin terhimpit keberadaanya dan terancam regrouping karena sepinya peminat. Maka perlu adanya inovasi tata kelola sekolah di SD negeri agar mampu bersaing dengan. Sebagaimana inovasi produsen permen yang selalu merubah tampilan dan rasa, maka SD negeri harus berusaha merubah penampilan dan rasa agar mampu bersaing.
Agar tidak keluar dari tujuan pendidikan nasional, maka bagaimana mengintegrasikan tujuan pendidikan, khususnya yang dimiliki SD swasta yang difavoritkan masyarakat itu. Misalnya kolaborasi antara tata kelola manajemen SD negeri dengan SD swasta favorit.
Inilah yang menjadi kebutuhan masyarakat saat ini. Masyarakat menginginkan anak-anaknya mendapatkan porsi pendidikan keagamaan yang lebih dan masih menganggap di SD negeri terlalu sedikit jam pelajaran Pendidikan Agama.
SD negeri merupakan tiang pendidikan bangsa. Maka butuh pengembangan penuh inovasi dan kreativitas agar mampu memberikan pelayanan bagi generasi bangsa menjadi generasi yang unggulan. (*)
*Anhar adalah guru PAI SD Negeri 1 Jatisari, Kecamatan Sambi, Boyolali warga Dukuh Kembangsawit, Desa Tempursari, Kecamatan Sambi, Boyolali.