FOKUS JATENG – SRAGEN – Tiga anak muda tampak harap-harap cemas di pinggir panggung saat pembukaan Sragen Creative Festival Jumat 20 Oktober 2017. Mereka sudah siap dengan kostum lengkap. Selain riasan wajah dengan make up warna putih jenaka, tiga pelajar ini didapuk menjadi penampil pembukaan event tahunan tersebut.
Dengan percaya diri, mereka menunjukkan kelihaiannya memainkan peran pantomim yang jenaka. Mereka memainkan lakon ”Terlambat Pentas” dengan durasi sekitar 6 menit. Gerakan mereka lucu dan kompak. Ekspresi mereka juga kocak dan mengocok perut penonton, termasuk para pejabat Kabupaten Sragen yang hadir.
Pertunjukan tanpa tutur itu berjalan dengan sukses meski waktu singkat. Tepuk tangan para penonton membahana usai mereka menunjukkan aksinya. Dibalik riasan putihnya mereka tampak bangga bisa menampilkan penampilan terbaik.
Usai pentas,wartawan berkesempatan menemui mereka. Wajah mereka tampak lelah dan berkeringat meskipun terlihat lega. Mereka ternyata siswa dari SD Negeri 1 Plumbungan. Ketiganya yakni Kenzo Rafano P.H, Setyawan Jefi Nur Wahid, dan Aidil Garda.
Kenzo dan Setyawan masih duduk di bangku kelas 5, sedangkan Aidil sudah masuk kelas 6. Mereka menyampaikan sudah terbiasa berpantomim di sekolah. Mereka menjelaskan memang ada ekstra kulikuler untuk pertunjukan pantomim. ”Belum lama, latihannya sekitar 2 minggu untuk pementasan ini,” terang Kenzo.
Mereka menjelaskan untuk pementasan ini ada 10 anak yang biasa berpantomim. Namun mereka bertiga yang ditunjuk untuk maju mewakili sekolah. ”Pantomim sebenarnya baru, di sekolah kurang dari 1 tahun ini aktifnya terang Aidil.
Mereka menyampaikan secara umum, gerakan dan penampilan tidak begitu berbeda dengan tari. Namun mereka pada umumnya tertarik pantomim lantaran unik dan menarik.
Sementara itu pembina Pantomim Dwi Nugi (35), menyampaikan tidak hanya Plumbungan, dia juga melatih beberapa sekolah SD di Sragen. Lantaran belum memiliki sanggar, pihaknya menggunakan konsep ekstrakurikuler untuk menarik siswa. Di luar dugaan peminat seni ini cukup banyak. ”Berapa sekolah saya lupa, tapi tiap sekolah minimal ada 10 siswa yang ikut,” ujarnya.