FOKUS JATENG-SRAGEN- Penyakit difteri menjadi kewaspadaan warga Sragen. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Sragen, kali terakhir kasus difteri di Sragen muncul pada 2015. Bahkan warga Kecamatan Gemolong sempat dinyatakan sebagai suspect difteri.
Tetapi setelah diperiksa ternyata hasilnya negatif. Hal ini dikemukakan Kepala Dinkes Sragen Hargiyanto. Dikatakan, sekarang ini masyarakat bila tenggorokannya sakit, mereka meminta diperiksa riaknya untuk memastikan apakah difteri atau bukan. Suspect warga Gemolong merupakan satu-satunya kasus yang dicurigai sebagai penyakit difteri di tahun ini.
”Saat diperiksa dokter, dicurigai difteri tetapi setelah dibawa ke RSUD Dokter Muwardi ternyata hasilnya negatif,” katanya Rabu 27 Desember 2017.
Sementara, salah satu tanda serangan difteri, adanya selaput putih di tenggorokan.
Biasanya saat itu terjadi tubuh atau badan penderita demam atau panas. Tapi untuk memastikan difteri atau tidak, harus diambil sampel swap tenggorokannya lalu diuji di laboratorium di Semarang.
Hargiyanto mengatakan, selain itu sebenarnya juga ada salah satu warga Kabupaten Karanganyar yang dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Sragen, juga dicurigai terkena difteri, tetapi ternyata setelah diperika hasilnya negatif. Sebagai salah satu antisipasinya adalah masyarakat diminta melakukan imunisasi secara lengkap. Dari evaluasi kinerja dinkes, RS, dan klinik, diharapkan penyimpanan vaksin harus baik, begitu pula transportasinya juga harus baik.
”Juga jangan sampai ada penolakan vaksin, sebab bila ada yang menolak vaksin dan terkena penyakit pasti akan menular kepada yang lain. Berdasarkan data, pencapaian vaksinasi difteri di Sragen sendiri mencapai 96 persen. Pencapaian tidak bisa mencapai 100% karena berbagai alas an,” papar dia.
Menurut Hargiyanto, salah satu faktornya karena sebagian besar sasaran yang belum divaksinasi, karena tidak berdomisili di Sragen. ”Mereka ikut orang tua atau kerabatnya ke luar Sragen untuk merantau, sehingga ada yang sempat tidak divaksin,” terangnya.