Dilema, Musim Kemarau Berdampak pada Kelangkaan Gas Elpiji Melon di Sragen

Mesin untuk membantu petani mengairi sawah mereka. | Ichwan Prihantoro (/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG – SRAGEN – Gas elpiji 3 kilogram di wilayah Sragen langka. Kebutuhan gas melon ini semakin tinggi diduga seiring penggunaan para petani untuk bahan bakar mesin diesel penyedot air di sawah.

Pantauan di sejumlah desa, harga eceran gas elpiji bersubsidi sekitar Rp 20 ribu hingga Rp 21 ribu. Selain cukup tinggi, barangnya juga sulit didapat. Sehingga korbannya ibu rumah tangga, karena aktivitas memasak didapur terhambat.

“Wilayah Desa Katelan, Kecamatan Tangen sudah mencapai Rp 20 ribu per tabung. Sekarang sulit didapat. Kami duga dijual ke luar daerah Sragen,” kata Sri Wahono, tokoh masyarakat Tangen Jumat 3 Agustus 2018.

Terkait hal ini, Ketua Komisi II DPRD Sragen Sri Pambudi mengatakan, saat ini memasuki musim kemarau mulai banyak petani yang menggunakan gas elpiji untuk kebutuhan air.

”Soal gas memang dilema, satu sisi gas bersubsidi memang tidak sesuai peruntukannya. Namun di pertanian kenyataannya di utara bengawan sumber air mati, jika nyedot debit air kecil,” katanya.

Penggunaan gas ini tidak lantas membuat para petani untung. Biaya mendapatkan air yang tinggi juga menjadi kekhawatiran tersendiri.

”Satu sisi diancam gagal panen, satu sisi terancam merugi karena biaya produksi yang tinggi,” terang dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sragen Untung Sugihartono tidak menampik masalah serupa selalu terjadi setiap musim kemarau. Peruntukan gas bersubsidi bukan untuk pertanian.

“Jika dipaksakan tidak ada inisiatif menggunakan gas, justru ancaman gagal panen bisa terjadi di kabupaten Sragen,” katanya.

Pihaknya sudah mengajukan penambahan kuota gas untuk Sragen. Pihak Pertamina akan mengupayakan penambahan kuota. Dari kebutuhan Sragen pada hari biasa 29.500, bulan juli mendapat tambahan kuota sekitar 3.000 tabung. Sedangkan Disperindang mengajukan tambahan Agustus 69.440.

Soal gas yang diperjual belikan ke daerah lain, Untung mengakui sulit untuk pengawasannya. Namun diakui tetap saja ada tabung daerah lain yang masuk ke Sragen.

”Mungkin dari kita keluar ke Ngawi, tapi dari Karanganyar ada juga yang masuk Sragen. Selama jumlahnya lumrah dari agen kuotanya tetap sama,” terangnya.