WASPADA MERAPI: Larung Kepala Kerbau Malam Satu Suro di Puncak Merapi Wilayah Boyolali Masih Tanda Tanya

Tradisi larung kepala kerbau malam satu suro di lereng Merapi tahun lalu. (Yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Status Gunung Merapi hingga kini masih waspada. Berbagai ritual pada malam satu suro pun masih jadi tanda tanya. Seperti tahun lalu, warga di lereng Merapi wilayah Kecamatan Selo, Boyolali, menggelar tradisi larung kepala kerbau di puncak Merapi.

Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Boyolali Wiwis Trisiwi Handayani belum bisa memastikan apakah tradisi larung kepala kerbau ini dilakukan atau tidak. Pihaknya mengaku masih akan berkoordinasi dengan pihak terkait. “Minggu-minggu ini kami akan koordinasi dulu,” katanya kepada wartawan Rabu 5 September 2018.

Tradisi larungan kepala kerbau merupakan sebuah kearifan lokal yang dilakukan masyarakat secara turun-temurun. Kepala kerbau dan perlengkapan lainnya dibawa kirab ke Joglo 1 Lencoh untuk didoakan. Ribuan warga sabar menunggu hingga seluruh prosesi berlangsung. Selanjutnya, kepala kerbau dilarung di puncak Merapi.

“Kami akan usahakan tradisi tersebut tetap dilaksanakan. Karena memang kegiatan tersebut merupakan salah satu potensi wisata Merapi,” ujar dia.

Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Lencoh Sumardi mengatakan, sedekah gunung sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat di lereng Merapi. Kesuburan tanah yang diberikan tuhan yang maha kuasa, menjadikan masyarakat di lereng merapi hidup sejahtera.

Dalam sedekah Gunung ini, selain kepala kerbau, juga ada perlengkapan lain. Antara lain,  tumpeng sesaji dari nasi jagung, brubus dibuat dari batang lumbu, bothok sempura. Juga palawija komplit diantaranya singkong bakar, ketela bakar, minuman kopi dan rokok klobot.

“Semua itu merupakan sarana persembahan untuk memohon kepada yang Maha Kuasa agar diberi keselamatan hidup.  Upacara tradisional sedekah gunung merupakan peninggalan nenek moyang yang turun temurun berkembang sampai sekarang,” katanya.