FOKUS JATENG-BOYOLALI-Pemkab Boyolali membuat program pendataan sapi melalui sistem digital. Sistem yang dinamai “Program Smart Citty” ini menemui kendala. Yakni sapi perah yang ditarget terekam melalui sebuah aplikasi SIMAPI, populasinya turun drastis.
Salah satu contohnya di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel. Desa ini merupakan satu dari dua desa yang menjadi desa perdana perekaman SIMAPI. Saat pencanangan SIMAPI, 2.500 ekor sapi di desa tersebut bisa terpasang barcode dari plastic atom.
Tapi, setelah direalisasikan, baru dapat kurang lebih 500 ekor sapi saja, sudah mencakup seluruh sapi perah yang ada. “Kami sudah mencari seluruh sapi disana. Tapi sudah habis,” kata Kabid Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Boyolali, Afiany Rifdania, Kamis 25 Oktober 2018.
Untuk itu, pihaknya memperluas jangkauan pemasangan barcode ini ke beberapa wilayah di kecamatan Musuk. Karena memang, target pemasangan barcode untuk aplikasi SIMAPI pada tahun 2018 hanya 5000 sapi.
Sedianya target 5000 ekor sapi bisa terpenuhi di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo dan Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel. “Untuk Desa Singosari masih berjalan pemasangan barcode,” jelas dia.
Namun, lanjutnya, apabila di Desa Singosari, target sapi perah juga tak terpenuhi, pemasangan barcode akan dilanjutkan ke Desa-desa lain di Kecamatan Mojosongo. Karena memang, di Boyolali ini hanya ada 5 kecamatan yang menjadi central produksi susu sapi.
Pemkab Boyolali terus berbenah melalui system teknologi informasi. Dengan SIMPI masyarakat melihat bagaimana bentuk, rupa dan kondisi kesehatan sapi Boyolali. Informasi detail mengenai sapi tersebut akan muncul. Riwayat Sapi, kesehatan Sapi, asupan obat termasuk dosis yang diberikan ke sapi dapat diketahui.
Kepala Disnakkan Boyolali, Juwaris, mengakui populasi sapi perah di Boyolali berkurang. Banyak peternak yang beralih ke penggemukan sapi. “Sekarang petani banyak yang membeli anakan sapi lalu dibesarkan dan kemudian dijual,” tandasnya.