FOKUS JATENG-KLATEN-Dalam rangka meningkatkan akurasi data dan iuran peserta segmen PBI (Penerima Bantuan Iuran) APBD (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah) Tingkat Kota/Kabupaten, BPJS Kesehatan Cabang Boyolali menyelenggarakan kegiatan Rekonsiliasi Data dan Iuran Peserta PBI APBD Triwulan I Tahun 2019. Hadir dalam acara tersebut perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dan Klaten.
Rekonsiliasi merupakan proses pencocokan data yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan dan yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan terkait dengan data peserta dan data iuran peserta. Rekonsiliasi ini bertujuan agar iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Daerah kepada BPJS Kesehatan sesuai dengan jumlah peserta segmen PBI APBD yang terdaftar.
Juliansyah selaku Kepala BPJS Kesehatan Cabang Boyolali menyampaikan bahwa acara ini bukan hanya mengenai rekonsiliasi data, namun juga rekonsiliasi iuran peserta PBI APBD Triwulan I tahun 2019. Terkait dengan iuran, ia mengatakan bahwa berdasarkan hasil Rekonsiliasi Kontribusi Pajak Rokok Tingkat Provinsi, khusus untuk Kabupaten Boyolali dan Klaten belum memenuhi target sesuai dengan biaya yang telah dianggarkan.
“Kami harapkan Pemerintah segera mendaftarkan penduduk yang belum ter-cover Program JKN-KIS. Ada kenaikan anggaran pajak rokok sebesar 37,5 prosen sehingga masih ada anggaran yang belum direalisasikan. Apabila anggaran ini dimaksimalkan, tentunya cakupan semesta dapat segera terwujud baik di Kabupaten Boyolali maupun di Klaten”, ujar Ancha, panggilan akrab Juliansyah saat membuka acara pada Senin (25/3) di Klaten.
Menanggapi Juliansyah, Nur Cholis Arif Budiman yang menjabat sebagai Kepala UPTD Pembiayaan Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten pun mendiskusikan mengenai kuota calon peserta segmen PBI APBD terutama status bayi baru lahir dari ibu PBI yang juga menjadi tanggungan Pemerintah. Kuota mengenai bayi baru lahir ini harus dipastikan jumlahnya. Hal ini guna memberi kepastian jaminan kesehatan bagi warga yang tidak mampu. Bayi baru lahir dari ibu PBI mempunyai hak untuk didaftarkan sebagai peserta PBI mengikuti ibunya.
“Bayi baru lahir dari Ibu PBI sudah pasti merupakan warga yang tidak mampu sehingga kelahiran bayi dari Ibu PBI ini memang harus ditanggung Pemerintah terkait iuran JKN-KISnya. Untuk kuotanya harus jelas agar kedepannya Pemerintah dapat mengakomodir kepesertaan JKN-KIS bayi yang lahir dari ibu PBI,” ujar Nur Cholis saat proses pencocokan data peserta PBI wilayah Kabupaten Klaten.
Berdasarkan instruksi Kementerian Sosial, prioritas peserta PBI adalah warga yang masuk ke dalam BDT (Basis Data Terpadu). BDT merupakan sistem data elektronik berisi data nama dan alamat yang memuat informasi sosial, ekonomi dan demografi dari individu dengan status kesejahteraan terendah di Indonesia.