Bersih Desa Sendang Bejen, Cara Warga Merawat Tradisi dan Mengurai Ingatan Kolektif Budaya Leluhur

Penampakan Bersih Desa Sendang Bejen. (Suroto) (/Fokusjateng.com)

FOKUSJATENG – KARANGANYAR – Ada banyak cara dan unik untuk mengingat dan merawat ingatan kolektif mengenai budaya leluhur. Salah satunya gelaran ritual bersih desa yang bertujuan mengungkapkan rasa syukur warga masyarakat kepada Tuhan sekaligus media pengingat suri tauladan para leluhur.

Salah satunya gelaran budaya Bersin Dusun yang digelar di Kampung Dawe, Mojoroto, Mojogedang Karanganyar, di mana puluhan warga setempat sejak Jumat pagi (16/8/2019) mempersiapkan prosesi bersih desa di halaman Sendang Bejen yang terletak tepat di tengah Desa Mojoroto.

Sejumlah warga Dusun Dawe, Desa Mojoroto, Kecamatan Mojogedang, Karanganyar, terlihat membawa gunungan kecil yang berisi sayur-mayur dan jodang (tempat berisi makanan) yang dipanggul. Selain itu nampak puluhan pemuda berjalan tapi membawa bendera merah putih mengiringi arak arakan gunungan menuju Sendang Bejen.

Rombongan tersebut mengenakan pakaian khas Jawa baik pria dan wanita, berjalan sekitar 500 meter menuju lokasi acara bersih dusun yang berlokasi di sendang desa yang oleh sebagian masyarakat disebut sebagai petilasan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa.

Konon ceritanya Sendang Bejen merupakan tempat peristirahatan Raden Mas said beserta prajuritnya usai melakukan serangan dadakan terhadap tentara VOC Belanda. Selain itu menurut juru kunci Sendang Dawe, Suratno tempat tersebut juga merupakan markas rahasia Pangeran Sambernyowo.

“Menurut para orang tua dan pinisepuh ndusun Dawe tempat ini juga menjadi markas rahasia Pangeran Sambernyawa untuk menyusun strategi perang melawan Belanda,” ujarnya.

Sementara itu kepala Desa Mojoroto, Ngatman memaparkan, acara bersih dusun ini merupakan teradisi turun temurun di desa setempat. Pihak Pemerinta desa akan terus berupaya untuk melestarikan tradisi tersebut.

“Acara bersih dusun ini dilakukan untuk nguri-uri, mempertahankan tradisi dan budaya leluhur yang sudah ada sejak jaman dahulu,” jelasnya

Selain itu Ngatman juga sedikit mengulas tentang sejarah sendang Bejen. Dulunya sendang Bejen berdasarkan cerita turun-temurun sendang tersebut sering digunakan Pangeran Sambernyawa untuk ‘menyepi’ dan memikirkan strategi perang seperti apa yang akan digunakan melawan tentara Kompeni (Belanda) sekitar tahun 1743.

“Dulunya tempat ini mencari inspirasi terkait strategi perang yang akan dilaksanakan,” paparnya Jumat (16/8) siang.

Ngatman juga mengungkapkan, masyarakat datang ke Sendang Bejen saat ini semakin banyak. Dan pihaknya ingin membuat lokasi wisata ziarah di tanah seluas 5000 meter persegi ini. Salah satunya juga ingin menghidupkan perekonomian masyarakat di sekitarnya.

“Nantinya sendang Bejen akan dikemas lebih baik lagi untuk menarik banyak wisatawan,” imbuhnya.
Lebih lanjut Ngatman menambahkan, sampai saat ini setiap malam Jumat lokasi wisata sendang Bejen ramai dikunjungi sebagai lokasi wisata ziarah untuk meditasi dan memanjatkan permohonan.

“Saat ini sendang Bejen sudah mulai dibangun lebih baik lagi, dengan beragam ornamen payung juga lampiran dan lampu warna-warni,” lanjut Ngatman.

Ngatman juga menyebut dulunya Sendang Bejen ditumbuhi banyak pohon-pohon besar. Sayang saat ini hanya menyisakan beberapa pohon yang tinggi dan usianya juga sudah cukup tua. Ada satu pohon yang usianya diperkirakan lebih dari 300 tahun. Pohon tersebut dipercaya muncul setelah Raden Mas Said membuang buah nangka yang dimakannya di lokasi tersebut.

“Itu pohon yang posisinya jatuh konon sudah ada sejak jaman Pangeran Sambernyawa. Usianya sudah ratusan tahun,” pungkasnya.