FOKUS JATENG-BOYOLALI-Kisah bocah berusia 15 tahun bernama Juwedi yang tinggal di Lereng Merbabu, tepatnya Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko , Kecamatan Ampel, mengundang simpati luas. Juwedi sekilas tak beda dengan bocah seusianya, namun tak banyak yang menyangka dibalik keluguannya Juwedi merupakan tulang punggung keluarga.
Sejak Mitro Selamet, ayahnya meninggal dunia. Dia harus menghidupi ibu beserta empat adiknya. Mereka tinggal di rumah yang sangat sederhana radius enam kilometer dari puncak gunung Merbabu.
Sedangkan Sutinem, Ibunya Juwedi tak bisa bekerja karena mengalami keterbelakangan mental, sementara keempat adiknya masih kecil. Dua adik laki-laki berusia 12 tahun dan 8 tahun, dan dua adik perempuannya baru berusia 4 tahun dan 2 tahun.
Menurut Jarwanto, Kades Setempat, sehari-hari Juwedi bekerja serabutan sebagai buruh lepas, mulai pekerja bangunan sampai memanen sayuran. Padahal dia masih harus mengurus hampir seluruh kegiatan rumahnya, mulai memasak air, menyiapkan makan hingga mencuci pakaian.
“Juwedi sulit mencari pekerjaan karena memang mengalami kendala berkomunikasi sejak kecil, dan tidak pernah mengenyam dunia pendidikan sama sekali,” katanya.
Beruntung,sejak hampir sebulan terakhir kedua adik laki-lakinya telah diambil Dinas Sosial Boyolali untuk tinggal di Panti Asuhan berikut jaminan pendidikannya. Setidaknya hal ini sedikit mengurangi beban Juwedi.
Setelah viral di media sosial (medsos), cerita kegigihan juwedi akhirnya terdengar sampai ke telinga ke sejumlah donator. Sejak itu, bantuan pun mengalir ke keluarganya. Diantaranya bantuan kambing berikut kandangnya. Kemudian sembako, pakaian dan sebuah kios kecil berikut isinya.”Setidaknya, sudah ada kegiatan dan tabungan untuk membiayai hidup keluarganya,” imbuhnya.
Gogon asal komunitas Kompak yang selama ini ikut mendampingi Juwedi menambahkan, bantuan yang terkumpul, kini dialokasikan untuk membangun rumah seluas 7×11,5 meter. “Hasil musyawarah dengan tokoh masyarakat, karang taruna hingga lintas Komunitas di Ampel, kita putuskan bergotong royong,” katanya.
Kini, keluarga Juwedi sudah bisa bercanda dan tersenyum dengan tamu yang bergotong royong membedah rumahnya. Bahkan tidak malu menyapa begitu pula ibunya sudah mulai mengenal dan berani bertutursapa.
“Sebelumya Juwedi dan keluarganya terkesan takut, selalu canggung dan gugup akan kehadiran kami, tapi sekarang sudah mau bercanda dan aktif ikut membedah rumahnya,” pungkasnya.