Pelestarian Situs dan Benda Bersejarah Harus Libatkan Komunitas Pecinta Budaya

Upacara Murwa Chandika itu adalah salah satu upaya penyelamatan situs sejarah berbasis masyarakat dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat. (Yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Kerusakan situs bersejarah oleh masyarakat lebih disebabkan karena ketidaktahuan, sehingga perlu langkah bijak untuk mengantisipasi persoalan yang ada, tanpa harus merugikan masyarakat yang sudah terlanjur berada di kawasan situs bersejarah.

Ketua Pusat Lembaga Kebudayaan Jawa, Anggoro Panji Nugroho mengatakan, pelestarian situs dan benda bersejarah perlu melibatkan kelompok masyarakat atau komunitas pecinta budaya, yang dapat diaplikasikan dalam bentuk destinasi wisata budaya, edukasi dan religi.

“Sehingga penyelamatan situs sejarah dan kebudayaan masa silam dapat terselamatkan dan dilestarikan keberadaanya,” katanya, Senin (18/11/2019).

Dijelaskan edukasi dan penyadaran kepada masyarakat menjadi kunci utama upaya penyelamatan situs bersejarah, serta benda cagar budaya di Indonesia. Penyelamatan kekayaan sumber daya budaya akan dapat terlaksana melalui kerjasama pemerintah dan berbagai unsure masyarakat serta pihak terkait . Disebutkan, salah satunya upacara

Murwa Chandika di situs watu genuk di Dukuh Watu Genuk, Desa Kragilan, Kecamatan Boyolali. “Upacara Murwa Chandika itu adalah salah satu upaya penyelamatan situs sejarah berbasis masyarakat dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat,” katanya.

Pengembangan destinasi, sambung Anggoro tidak hanya mampu membangun industri kreatif melalui sektor pariwisata, tetapi juga merekatkan nilai nilai luhur persatuan dan kebhinekaan.

Dari sisi edukasi, menurut Anggoro, kebudayaan situs sejarah adalah contoh kemajuan peradaban leluhur di masa silam yang diakui oleh dunia. Sehingga jejaknya tidak hanya menjadi bahan edukasi pembangunan teknologi dunia pendidikan saat ini. Namun esensi nilai luhur sejarah yang ditinggalkan juga mampu membangun karakter dan jati diri generasi muda sekarang ini.

“Sebagai bangsa besar yang memiliki banyak sejarah peradaban luhur,” ujarnya.

Dari sisi pembangunan karakter, generasi muda dikenalkan nilai nilai luhur gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Nusantara dari jaman ke jaman. Diajarkan pentingnya toleransi saling menghargai antara satu dengan yang lain. Tidak hanya sesama mahkluk hidup, tetapi juga toleransi kepada alam semesta.

“Masyarakat diajak berperan serta menjaga kelestarian alam, baik dari sisi pemanfaatan sumber daya alam ataupun spiritnya. Bahwa alam adalah manifestasi yang tampak nyata dari Keagungan Tuhan Sang Maha Pencipta,” pungkasnya.