Tetap Patuhi Protokol Kesehatan, Anak-Anak Pengungsi Merapi Masuk Sekolah Dua Kali Seminggu

Anak-anak pengungsi mengikuti belajar di sekolah dua kali seminggu. (Yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Anak-anak pengungsi Gunung Merapi di Boyolali tetap mengikuti belajar di sekolah demi memantapkan materi pelajaran. Meski hanya masuk dua kali dalam seminggu, para siswa tetap menerapkan protokol kesehatan.

Seperti di Desa Tlogolele, Kecamatan Selo yang masuk kawasan rawan bencana (KRB) III erupsi Gunung Merapi. Bahkan warga di tiga dukuh yang masuk kategori rentan seperti anak-anak, ibu hamil (bumil), dan lanjut usia (lansia) di wilayah tersebut sudah diungsikan.

“Kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi pengungsi anak-anak terus berjalan, dengan kombinasi daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan),” kata Sri Sukarni Kepala SDN 2 Tlogolele. Kamis (26/11/2020).

Sebelum masuk ke dalam kelas, puluhan siswa secara tertib berbaris dan menjaga jarak kemudian antre untuk mencuci tangan dengan sabun di air yang mengalir. Tak lupa guru sekolah juga mengukur suhu badan siswa, penggunaan masker dan face shield juga syarat wajib bagi anak yang tinggal di desa yang masuk dalam kawasan rawan bencana tiga gunung merapi.

Di sekolah anak anak ini hanya belajar selama maksimal satu jam dengan pendampingan dari guru kelas. meski merasa senang bisa belajar di sekolah dan mendapat bimbingan langsung dari guru. anak anak yang mayoritas anak pengungsi merapi ini merasa khawatir dengan status siaga gunung merapi.

“Para siswa mulai dari kelas I-VI kami arahkan masuk sekolah. Tiap hari kami batasi dua kelas. Per kelas maksimal hanya lima siswa saja yang masuk. Durasi masuk sekolah hanya 1 jam. Mulai pukul 07.00-08.00,” kata Sri Sukarni.

Menurut Sri Sukarni, kegiatan bersama para siswa ini bukan pembelajaran tatap muka. Namun, hanya sebatas koordinasi dengan siswa, yaitu belajar bersama, karena tidak mungkin untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mengingat PJJ sistem online yang diterapkan sejak awal pandemi Covid-19 kurang berjalan maksimal. Sebab, mayoritas siswa tidak bisa mengakses PJJ. Terganjal akses internet dan ketersediaan fasilitas penunjang berupa handphone (HP).

“Kami menyadari (Boyolali) sekarang masih zona merah (Covid-19). Kami belum berani melakukan (pembelajaran) tatap muka. Terkait siswa yang datang ke sekolah, sebatas sosialisasi penerapan protokol kesehatan (prokes) pencegahan penyebaran Covid-19,” pungkasnya.