Pengrajin Kerajinan Tembaga dan Kuningan Tumang Cepogo Boyolali Ikut Terpukul Dampak Covid-19

Pengrajin tembaga dan kuningan Tumang Cepogo Boyolali tetap beraktivitas di tengah pandemi Covid-19. (Yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) memukul berbagai sektor di Kabupaten Boyolali. Salah satunya yakni sektor kerajinan tembaga dan kuningan. Dusun Tumang , Cepogo, Boyolali sebagai sentra kerajinan ini merasakan dampak penjualannya yang semakin menurun hingga 75 persen. Akibatnya, banyak rumah produksi yang tutup dan hanya merampungkan pesanan.

“Jadi selama bulan Maret itu sampai bulan September hampir 75 persen tidak ada pesanan. Untuk proyek kita berhenti, jadi tidak ada kelanjutannya,” ujar pemilik Muda Tama Galeri, Agus Susilo saat ditemui di sela kesibukannya, Senin (30/11/2020).

Sebagian besar masyarakat tidak beraktivitas, namun ada beberapa orang yang masih membuat kerajinan untuk pemenuhan stok barang. “Jadi segera pulih, segera hilang dan kita bisa beraktifitas kembali untuk pengrajin di wilayah Cepogo ini,” harapnya.

Selama pandemi Covid-19 omset yang sehari hari kisaran Rp 50-100 juta, kini hanya beromset Rp 5-10 juta.
Untuk tetap bertahan di tengan pandemi Covid-19, pihaknya melakukan jemput bola ke pelanggan baik untuk pribadi maupun untuk keperluan tempat ibadah seperti kubah maupun patung.

“Untuk Bulan November ini mendekati new normal ini untuk pesanan kita mulai ada. Jadi untuk ekspornya kita mulai masuk. Jadi kita ada pesanan dari Jepang juga mulai masuk. Ke Swedia juga sudah masuk,” terangnya.

Senada, perajin lainnya, Manto (49) mengaku sempat terpukul dengan adanya pandemi ini. Tak hanya penurunan omzet, namun perajin juga kesulitan untuk menagih sisa pembayaran barang yang sudah dipesan. “Misal, ada sisa pembayaran, ya molor belum terbayar karena kantor tutup. Omzet secara keseluruhan menurun hingga 50 persen,” ujarnya tanpa menyebut besaran nilainya.

Tak hanya itu, para perajin juga kesulitan untuk mendapatkan bahan baku. Mengingat bahan baku lembaran tembaga masih harus diimpor dari China dan Eropa. Jika kran impor tak segera dibuka kembali, maka perajin tak bisa lagi berproduksi karena ketiadaan bahan baku.

“Bahan baku yang ada saat ini tinggal beberapa pekan saja sudah habis,”kata perajin logam pemilik PT Pamungkas, di Dusun Tumang, Desa Banaran Kecamatan Cepogo ini. Kendala lain, sejumlah pesanan yang sudah jadi juga belum bisa dipasang. Hal ini utamanya untuk pesanan dari kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Meskipun jika dipaksakan sebenarnya tetap bisa dipasang.

Kendalanya, jika nekad memasang hasil kerajinan, maka setelah pulang kembali, maka perajin harus melakukan karantina mandiri. Praktis selama 14 hari perajin tak bisa bekerja karena harus berdiam di dalam rumah. “Kalau nggak bekerja, kami tidak punya penghasilan. Ini sangat merepotkan karena perajin juga memiliki tanggungan keluarga,” pungkasnya.