FOKUS JATENG-BOYOLALI-Perajin tahu dan tempe di Boyolali mengeluhkan harga kedelai yang semakin melonjak. Mereka berharap pemerintah dapat menstabilkan harga sehingga mereka tidak semakin merugi.
“Kalau harga kedelai terus naik, kami khawatir akan kolaps. Padahal usaha tahu ini adalah penopang ekonomi keluarga kami,” kata Tanto (56) perajin tahu di Dukuh Bukurireng, Desa Bendan, Kecamatan Banyudono.
Dia menuturkan, harga kedelai dirasakan mulai naik menjelang Lebaran lalu. Saat itu, harga kedelai naik dari Rp 9.000/kg menjadi Rp 10.000/kg. Bahkan, kini harganya sudah naik lagi menjadi Rp 11.000/kg.
Kondisi ini diperparah dengan kenaikan harga minyak goreng dari semula Rp 190.000/ jerigen isi 17 kg menjadi Rp 250.000/ jerigen isi 17 kg. “Yang kami herankan harga kedelai itu tak kunjung turun meskipun Lebaran sudah berlalu,” imbuhnya.
Untuk menyiasati, dia pun terpaksa menaikkan harga jual tahu. Semula harga jual tahu Rp 40.000/ cetakan. Satu cetakan bisa diiris menjadi 200 biji. Namun, kini harga jual tahu dinaikkan menjadi Rp 45.000/ cetakan.
Hal tersebut ternyata masih juga memberatkan, sehingga dia terpaksa mengurangi produksi. Jika sebelumnya mampu mengolah kedelai sebanyak 75 kg/ hari, kini produksi dikurangi hanya 50 kg kedelai/hari. Pasalnya, pembelian dari para pedagang pun juga berkurang.
“Disini ada perajin lain, Pak Gono juga mengeluhkan hal sama,” imbuhnya.
Jika harga kedelai dan minyak goreng, tak juga turun bahkan naik terus, maka dia pun akan kembali mengurangi produksi tahu. “Ini saja sudah berat, hanya sekedar ada keuntungan mepet. Kalau harga kedelai terus naik, kami berpikir untuk berhenti dulu,” katanya.
Salah satu pedagang tahu, Yati (47) mengaku mengurangi tahu yang dijual. Sebelumnya, dia bisa menjual tahu sebanyak 10 cetakan/hari atau 2.000 biji. Namun karena harga naik, penjualan saya kurangi hanya 5 – 8 cetak/ hari. ”Kalau tidak memiliki pelanggan tetap seperti pedagang tahu kupat, mungkin kami sudah gulung tikar,” pungkasnya.