FOKUS JATENG-BOYOLALI-Permintaan peti mati untuk untuk jenazah COVID-19 meningkat hingga 300 persen dibandingkan sebelum Mei 2021 atau sebelum munculnya lonjakan kasus varian delta. Kondisi ini membuat pembuat peti mati menjadi kewalahan, bahkan tidak bisa menutup target permintaan peti mati dari rumah sakit baik negeri maupun swasta. Demikian disampaikan Puji Woro Astuti selaku pembuat peti mati asal Dukuh Dawan, Ketaon, Banyudono.
“Normalnya, peti mati terjual 3-5 buah dalam sehari. Namun, sejak sebulan ini angka penjualan naik tiga kali lipat sampai 15 peti setiap harinya,” katanya. Jumat (9/7/2021).
Peti mati buatannya dijual dengan harga Rp 600 ribu sampai jutaan rupiah. Tergantung motif dan bahan peti. Karena minimnya barang, ada orang yang nekad beli peti mati polosan. Bahkan mengambil langsung menggunakan motor tanpa diantar.
Diakuinya, harga peti COVID-19 memang paling murah dibanding peti mati pada umumnya yang berkisar Rp 1 jutaan. Karena bentuk dan bahan peti jenazah COVID-19 lebih sederhana, dibandingkan yang digunakan untuk upacara keagamaan tertentu.
“Sehari saya bikin enam peti mati, karena Solo kosong. Saya sering menolak-nolak pesanan karena barang tidak ada. Pagi tadi saja langsung laku semua, ini sudah memang sudah kosong gak ada peti,” katanya.
Permintaan paling banyak dari rumah sakit. Bahkan hampir semua rumah sakit negeri maupun swasta rata-rata memesan sampai 10 peti. Namun, dia tidak bisa mengirim lebih dari dua karena keterbatasan. Woro mengaku sampai menolak pesanan karena petinya kosong dan sudah habis terjual. “Setiap hari permintaan peti mati bertambah banyak. Sekali buat langsung ludes dibeli,” terangnya.
Selain membuat peti mati, Woro juga menjual alat pemulasaran jenazah, kain kafan, payung dan kemejan. Toko peti mati miliknya sudah dirintis sejak 40 tahun lalu. Pesanan tak hanya datang dari warga sekitar, namun, juga rumah sakit. Bahkan anggota polisi setempat juga ikut membantu pembuatan peti karena desakan permintaan.
Sementara itu Sementara itu, Kabid Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali Kurniawan Fajar Prasetyo mengungkapkan permintaan pemakaman dengan protokol kesehatan (Prokes) COVID-19 tinggi. Dalam sehari, tim pemulasaran jenazah menguburkan sekitar 25 jenazah covid-19.
“Hari ini ada 24 pemakaman. Sebanyak 11 sudah dimakamkan dan 13 masih menunggu antrian. Pemakaman itu baru yang dari RS, belum yang meninggal saat isoman di luar RS,” terangnya.
Pemakaman dilakukan dengan standar operasional Prosedur (SOP) sesuai prokes. Pihak rumah sakit akan melapor ke tim pemulasaran jenazah BPBD. Pemakaman sendiri dilakukan sesuai urutan laporan yang masuk dan akan ditangani selama 24 jam. Pihaknya juga menyediakan tiga mobil jenazah khusus covid-19.
“Kami memiliki 19 personil untuk pemulasaran jenazah. Karena angka kematian cukup tinggi, pimpinan kami juga membentuk tim pemulasaran jenazah ditiap kecamatan,” jelasnya.