Penjahit Konveksi Kewalahan Terima Order Alat Pelindung Diri

Konveksi memproduksi alat pelindung diri di Boyolali. (Yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Penjahit konveksi yang memproduksi alat pelindung diri (APD) atau baju hazmat tenaga medis di Boyolali terpaksa harus menolak pesanan karena tidak mampu meproduksi lebih.

“Pesanan naik sejak Juli. Sedangkan saya hanya bisa memproduksi sekitar 1.200 baju setiap harinya ditiga pabrik garment. Sedangkan karyawan total saya hanya 60 orang. Jadi saya sering menolak pesanan lebih, karena menyesuaikan kemampuan karyawan,” kata Yuli T.B Pemilik Gracia Garment Banyudono.

Yuli biasanya memprodukai 1.200 baju hazmat dalam sehari. Namun, pesanan melonjak dan produksi naik sampai 50 persen atau sekitar 1.700 baju. Yuli mengaku sudah kawalahan, dan menolak pesanan di luar kemampuan produksi.

Peluang usaha memproduksi baju hazmat ini mulai ditekuninya, ketika mengerjakan pesanan distributor dari Solo, Semarang, Surabaya hingga Jakarta. Namun sejak Covid 19 melanda pesanan APD terus meningkat, bahkan pihaknya sempat kewalahan untuk memenuhi permintaan yang datang dari berbagai daerah.

“Kami rata-rata memprodukai 1.200 baju hazmat dalam sehari. Namun, pesanan melonjak dan produksi naik sampai 50 persen atau sekitar 1.700 baju. Ya kawalahan lah, dan terpaksa kami menolak pesanan karena sudah di luar kemampuan produksi,” ujarnya saat ditemui di Pabrik Garment miliknya di Sambi, pada Jumat (23/7/2021).

APD yang di produksi olehnya, lanjut Yuli sudah sesuai dengan standar kementrian kesehatan. Ada dua jenis baju hazmat. Yakni baju hazmat untuk area ring 1 atau bersentuhan langsung dengan pasien covid-19 seperti tenaga kesehatan (Nakes) RS maupun relawan pemakaman. Baju tersebut hanya bisa digunakan sekali. Kemudian baju hazmat untuk area ring 2 bisa digunakan sampai dua kali.

Hamzat suit microporous breathable ini bersifat waterproof, antivirus, anti droplet, anti bakteri, anti debu, anti statik, tidak gerah dan nyaman digunakan. Produksi ini juga dikhususkan untuk penanganan covid-19 tertutama untuk suplai RS dan relawan.

“Kalau bahan untuk ring 1 itu lebih mahal dan harus impor. Jadi pembuatannya menunggu bahan ada. Baju hazmat yang diproduksi juga sudah lengkap dengan sarung sepatunya. Selain itu bahan produksi juga naik 5-10 persen dan masih wajar,” imbuhnya.

Adapun proses pembuatan baju hazmat ini dimulai dari pengukuran dan pemotongan kain. Baru dilakukan obras dan penjahitan. Setelah itu dilakukan proses shelling atau menutup rongga jahitan menggunakan selotip khusus. Guna meminimalisir kebocoran baju hazmat.

“Kami tetap melakukan pengecekan baju hazmat untuk memastikan tidak bocor dan aman dipakai,” pungkasnya.