FOKUS JATENG-BOYOLALI-Permasalahan sampah seakan tidak pernah habis, karena setiap hari selalu terproduksi dari kegiatan masyarakat dan industri. Meski sudah ada beberapa RT yang melakukan pemilahan, volume sampah masih tinggi. Selama PPKM level 2 ini, volume sampah berkisar 40-50 ton/hari yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) Winong, Boyolali Kota.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali, Lusia Dyah Suciati, mengatakan pengelolaan sampah di TPA Winong diatasi dengan sistem controlled landfill atau sistem pengurukan sampah terpusat. Lahan seluas 5,3 hektar ini dibuat beberapa blok-blok. Mengingat semakin tingginya volume sampah. Tiap sampah yang datang langsung dipadatkan dengan ketinggian satu meter. Setelah 2-3 hari blok yang sudah penuh sampah akan dipadatkan dan diurug.
“Sistem ini juga dilengkapi dengan alat penanganan gas metan, limbah cair, instalasi pengolahan air limbah dan sebagainya. Sehingga terhindar dari risiko berbahaya. Termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang pada pada baterei,” katanya pada Kamis (21/10/2021).
Diakuinya, ada beberapa pemulung yang membantu pemilahan sampah di TPA. Dalam sebulan pemulung bisa mendapat sampah plastik hingga 12 ton. Sedangkan satu ton sampah plastik dijual seharga Rp 600 ribu.
” Sampah memang menjadi permasalahan. Karena saat diterapkan program minggu di rumah saja, volume sampah turun drastis sampai 18-23 ton perharinya. Tapi saat ini kegiatan mukai dilonggarkan volume sampah naik lagi,” imbuhnya.
Kendati sudah ada beberapa RT yang melakukan pemilahan, menurut Lusi, volume sampah masih tinggi. Selama PPKM level 2 ini, volume sampah berkisar 40-50 ton perharinya. Dengan demikian pihaknya berniat mengaktifkan kembali sistem bank sampah dengan target satu desa memiliki satu tempat pembuangan sampah (TPS) reduce, reuse, recycle (3R).
“Kami berharap APBDes ada yang dianggarkan untuk pengelolaan sampah. Termasuk menyediakan lokasi TPS 3R,” ujarnya.
Dijelaskan, jika penanganan sampah dimulai ditingkat RT, maka penanganan sampah bisa diselesaikan dari sumbernya. Sampah non organik bisa dijual dan organik bisa dibuat pupuk. Caranya dengan membuat liang untuk komposting sambah. Sehingga hanya sampah residu dan B3 saja yang dibuang lalu ditangani ke TPA Winong.
“Kalau masalah sampah sudah selesai di tingkat RT, berarti lingkungan tersebut tidak banyak membuang sampahnya ke TPA,” pungkasnya.