Misteri Umbul Langse Dengan 17 Syarat Sesajinya

umbul langse

Umbul Langse Desa Nepen Teras Boyolali (/Fokusjateng.com)

 

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Desa Nepen terbilang cukup kaya sumber mata air, dibanding ratusan desa lain di wilayah Kabupaten Boyolali. Desa yang masuk wilayah Kecamatan Teras ini memiliki tujuh sumber mata air bersih dan besar, salah satunya adalah Umbul Langse.
Kendati pernah hampir sewindu mati suri, Umbul yang berada di Dukuh Lebak itu, kini sudah hidup lagi dengan debit yang cukup besar. Air dari Umbul ini dimanfaatkan warga untuk air minum, irigasi pertanian hingga wisata pemandian.
“Umbul Langse ini mati suri beberapa kali. Dulu mati suri itu paling hanya dua tahun, dua setengah tahun, tiga tahun. Tapi yang terakhir itu sampai hampir tujuh tahun,” kata Sugiman, Ketua RT 06/01 Dukuh Lebak, Desa Nepen, Minggu (31/10/2021).
Menurut Sugiman, umbul itu pernah kering kerontang. Warga pun susah mencari air baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun irigasi pertanian. Untuk rumah tangga, warga akhirnya membuat sumur. Warga pun resah dan mulai memikirkan bagaimana caranya agar umbul bisa mengalir lagi. Kemudian muncul pemikiran, bersama dua rekannya. Mereka berembug mencari solusi agar air umbul menggenang kembali.
“Terus kami bertiga menemui orang yang tahu ghaibnya. Kami ajak kesini untuk melihat keadaannya. Ceritanya, umbul ini ‘digadaikan’ ke daerah lain selama tujuh tahun. Saat itu baru berjalan lima tahun, mendekati 6 tahun, jadi kurang satu tahun,” paparnya.
Untuk menebus yang kurang satu tahun ( ‘masa gadai’ ) tersebut, kata Sugiman, diminta mencari syarat-syarat atau ubo rampe sesaji. Ada 17 macam syaratnya.
“Saya lupa apa saja, tapi antara lain kambing kendit, pisang emas berikut pohon dan jantungnya tidak boleh dipotong-potong, kacang panjang juga tidak boleh dipotong-potong dan pring (bambu) petuk,” katanya.
Setelah uborampe tersedia, ritual dimulai. Sesaji diletakkan di bawah bebatuan di bawah pohon besar, yang menjadi tempat keluarnya air. Doa-doa dipanjatkan. Selama beberapa malam, sejumlah warga melakukan salat ghaib disekitar umbul.
Akhirnya umbul menunjukkan akan keluar airnya lagi. Rembesan-rembesan air mulai tampak.
“Di tahun 2006 itu mulai ada perkembangan, mulai ada rembesan-rembesan air. Terus saya bersihkan, airnya saya alirkan,” katanya.
Setelah air mulai keluar, warga kemudian menggelar merti umbul. Digelar sholawatan, kemudian digelar wayang kulit di lokasi umbul juga.
“Air semakin besar setelah terjadi gempa bumi tahun 2006 itu (gempa dasyat 27 Mei 2006 yang melanda Yogya dan sebagian Jateng, termasuk Boyolali),”paparnya.