Banyak Batu Situs Watugenuk Boyolali Yang Hilang

situs watugenuk

Pengunjung beribadat di situs watugenuk (/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI- Beberapa batu purbakala, ditemukan di situs Watugenuk, Desa Kragilan, Mojosongo, Boyolali. Diantaranya arca nandi, yoni, lingga dan ornamen kala Kegiatan eksvakasi tahap dua Situs Watugenuk oleh Balai Penelitian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah resmi berakhir pada Senin (9/11) lalu. Hasilnya, tim BPCB juga menemukan enam buah batu berukir. Keenam batu candi tersebut kemudian dititipkan di rumah Sriyono, warga Dukuh Pisah, RT 4 RW 10, Desa Kragilan, Kecamatan Mojosongo.
Hal tersebut dibenarkan Pamong Budaya Ahli Muda BPCB Jateng, Winarto, bahwa temuan-temuan batu yang terpisah dari struktur pondasi diamankan pada warga hindu setempat. Menurutnya penitipan ini lebih aman dari pada ditinggal di lokasi situs.
“Kalau dirawat pemeluk agama Hindu pasti ada rasa memiliki dan merawat. Kalau dibiarkan di sini ya rawan dicuri. Apalagi kalau malam cukup jauh dari pemukiman,” katanya.
Sementara, Sriyono mengaku Lingga tersebut dititipkan BPCB Jawa Tengah setelah ekskavasi tahap pertama tahun 2016 lalu.
Lingga yang memiliki tinggi sekitar 70 cm dengan diameter sekitar 25-30 cm tersebut kini ditempatkan di Pura miliknya. Menurut Sriyono, di situs Candi Watugenuk dulunya merupakan hutan pohon serat dan ditumbuhi semak belukar. Tempatnya juga dikenal angker oleh warga.
“Di tempat itu memang banyak arca, tetapi sudah banyak yang hilang,” katanya. Rabu (10/11/2021).
Dia menuturkan, sekitar tahun 1968, ada banyak batu yang wujudnya menyerupai seperangkat gemelan. Namun entah bagaimana ceritanya, batu-batu gamelan tersebut perlahan-lahan raib satu demi satu.
“Ada yang mengatakan pernah diambil oleh orang-orang yang tidak jelas identitasnya. Namun ada juga yang berspekulasi, bahwa batu gamelan itu hilang, karena memang menyatu secara gaib dengan aura di lokasi candi,” imbuh Sriyono.
Ia menambahkan, memang banyak sekali batu atau arca di lokasi situs sudah banyak yang hilang atau berpindah tempat. Sebagian ada yang diamankan oleh warga. Atau dipinjam sebagai sarana simbol ibadah, terutama bagi warga yang masih menganut agama Hindu. Namun sebagian lagi hilang entah kemana.
Di era tahun 1970-an hingga 1980-an, imbuh Sriyono, pengaruh keraton masih kuat. Sehingga jika ada yang mengatas namakan utusan keraton. Entah dari keraton mana. Hal itu sudah cukup bagi warga desa untuk patuh dengan permintaan yang disampaikan utusan tersebut.
“Nah saat itulah, warga mengijinkan atau membiarkan saja, saat ada orang-orang dari luar mengambil benda-benda atau batu dari lokasi situs Watugenuk,” katanya.
Sriyono mengatakan, situs Candi Watugenuk diperkirakan masih berkaitan dengan situs Kerajaan Salembi, di Mojosongo. Sebelum memasuki situs Candi Watugenuk, terdapat batu berbentuk gentong atau Watu Genuk di kali Kampung Air, Kragilan. Diperkirakan, batu genuk tersebut berfungsi menampung air untuk membersihkan diri sebelum melakukan peribadatan di Candi Watugenuk.
Pihaknya berharap ada perhatian dari pemerintah agar ekskavasi situs Candi Watu Genuk agar dilanjutkan lagi. Sehingga wujud candi dapat diketahui dan nantinya bisa digunakan untuk kebaktian umat Hindu dan menjadi tempat wisata religi.
“Harapan kami, karena di situ ada candi, dari pihak pemerintah, pemerintah desa atau pemerintah terkait, bisa meneruskan penggalian ini. Dibangun wujud seperti apa bangunan peninggalan leluhur jaman dulu itu seperti apa. Kemudian bisa dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata religius, bisa digunakan untuk kebaktian bagi yang sesuai agama,” katanya.