FOKUS JATENG-BOYOLALI- Setelah tradisi Sebaran Apem dan tradisi Turonggo Seto Boyolali ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB). Kini, kriya tembaga di Tumang Kecamatan Cepogo dan pakaian pengantin dan tata rias khas Boyolali, Wahyu Merapi Pacul Goweng oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI juga ditetapkan sebagai WBTB.
Adapun busana pengantin khas Boyolali ini ternyata memiliki sejarah panjang .
Seperti diungkapkan Amalia Mallika Sari salah satu perias, bahwa tata rias Wahyu Merapi Pacul Goweng sudah ada sejak zaman Pangeran Diponegoro.
Diceritakan pada masa perang Diponegoro pada tahun 1825-1830 pada tempat yang disebut pakuwon atau markas di wilayah Stabelan; Kecamatan Selo terdapat salah satu prajurit yang hendak menikah dengan perempuan dari penduduk setempat.
Pengantin itu berniat mengenakan busana Mataraman, namun tidak diizinkan karena dianggap menyerupai raja. Selanjutnya pengantin diberi pinjaman berupa pakaian oleh komandan prajurit berupa baju sorjan, jarik Sidomukti, celana panjang hitam, topi prajurit yang krowok di belakang, keris branggah dan tanpa alas kaki.
Sementara untuk pengantin wanita mengenakan gelung tekuk pakai lungsen, kebaya sederhana, jarik Sidomukti, bunga kinasih dan bangun wulan yang dironce, paes warna hitam dan tanpa alas kaki.
Ia menambahkan, ciri khas tata riasnya terletak pada Sunduk Mentul yang menunjukkan keanekaragaman sumberdaya alam Boyolali.
“ Ada matahari, pepaya, mawar, tembakau dan sapi,” katanya.
Motif Paes pada pengantin Wanita juga memiliki ciri khas sendiri. Dimana, dalam tata rias pengantin Wahyu Merapi Pacul Goweng ini corak paesnya dinamakan Panunggolo Merapi Merbabu. Paes ini ada Pengapit bunga kantil sirah lele, godek patil lele. Warna paesnya sendiri juga hijau kehitaman dengan list emas. Lalu Eyeshadow dan Warna mata juga hijau kehitaman.
“Lipstik warna merah jambu,” katanya.
Sedangkan sanggulnya berbebentuk Ukel Tekuk Samber lilin. Bentuknya, hampir sama dengan ukel tekuk lainnya, hanya saja dibagian pinggirnya ada irisan daun pandan.
Atas dasar tersebut, masyarakat setempat menamakan pengantin tersebut dengan Pacul Goweng. Penamaan ini karena memakai blangkon dan ditumpangi topi yang krowak [berlubang atau tidak utuh] pada bagian belakang menyerupai pacul yang sudah goweng.
“Hal tersebut tercatat dalam buku yang disusun Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Boyolali yang diterbitkan pada Mei 2015 silam,” kata Amalia Mallika Sari
Dia menyebut, untuk merias dengan model ini memang tak mudah.
Butuh waktu minimal 3 jam untuk merias pengantin putrinya dan 1 jam untuk pengantin putra.
“ Kesulitannya itu menghasilkan warna hijau kehitaman pada paes dan Sanggul Ukel tekuk Samberlilinnya,” imbuhnya.
Pakaian Pengantin Khas Boyolali Ini Bernama “Wahyu Merapi Pacul Goweng”

Kirab busana pengantin khas Boyolali Wahyu Merapi Pacul Goweng memperingati hari jadi HARPI Boyolali tahun 2021 (/Fokusjateng.com)