FOKUS JATENG-BOYOLALI- Sejumlah peneliti asal Universitas Indonesia (UI) menemui Bupati Boyolali pada Kamis (30/12/2021). Mereka menyerahkan hasil penelitian seni kriya logam di Dusun Tumang, serta menyerahkan beberapa rekomendasi, diantaranya meminta adanya peraturan bupati (Perbup) tentang pelestarian seni kriya tersebut.
“Salah satunya dengan mendorong agar seni kriya dimasukan dalam kurikulum pendidikan. Tentu saja, dibutuhkan campur tangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali,” kata salah satu Peneliti Industri Seni Kriya asal UI, Widhyasmaramurti.
Ia mengatakan kerajian tembaga dan kuningan Dusun Tumang memang melegenda sejak ratusan tahun silam. Namun, ancaman matinya regenerasi perajin terus menghantui. Anak muda cenderung memilih menjadi reseller ataupun penjual. Sedangkan jumlah perajin atau pande mulai menyusut.
“Daerah Tumang memang telah memiliki pengetahuan tentang kriya logam sejak ratusan tahun silam. Sampai akhirnya semakin besar. Kenapa harus Tumang, karena di sana ada yang khusus bidang penatahan atau desain bahkan administrasi juga ada. Tetapi regenerasi perajin sangat kurang, sedikit sekali anak muda yang mau bekerja sebagai perajin,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Bupati Boyolali, Kamis (30/12/2021).
“Perlu adanya perubahan paradigma masyarakat. Tentu membutuhkan campur tangan pemerintah. Meski kompleksitas masyarakat itu luas untuk perubahan itu. Maka kami meminta agar dipertimbangkan untuk menerbitkan Perbup tentang pelestarian Seni Kriya Logam,” imbuhnya.
Menurut Widhya, dalam Perbub tersebut perlu menambahkan pasal yang meletakan seni kriya sebagai muatan lokal dalam pendidikan. Serta mengatur mengenai pembiayaan material dan guru pengajar ekstrakulikuler tersebut. Pembiayaan bisa dianggarkan dalam dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang proses pengelolaannya dibantu oleh Disdikbud.
Tuntutan tersebut juga sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah nomor 9 tahun 2012 pasal 8 ayat C. Bahwa tata nilai budaya di daerah dapat dimasukan dalam muatan lokal dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Sehingga seni kriya logam tembaga bisa dijadikan sebagai ekstrakulikuler di sekolah.
“Kami berharap pemerintah juga menggandeng organisasi masyarakat seperti karang taruna dan penyuluh desa untuk mengubah paradigma sekaligus meregenerasi perajin tembaga. Juga menggandeng institusi pendidikan, perusahaan dan lainnya dalam penyediaan peningkatan kapasitas sumber daya perajin,” katanya.
Sementara itu, Kepala Disdikbud Boyolali, Darmanto mengatakan menerima hasil research yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Budaya UI. Permintaan untuk memasukan seni kriya logam dalam muatan lokal pendidikan tèlah mendapat persetujuan dari Bupati dan ditindaklanjuti oleh Disdikbud.
“Sepakat bahwa seni kriya harus dilestarikan dengan regenerasi. Maka akan kami bicarakan teknisnya. Maka ketika seni kriya bisa dimasukan secara formal sesuai ketentuan, maka kami bisa memasukannya di jenjang SD dan SMP. Minimal Desa Cepogo dan sekitarnya. Target saya yang paling cepat tahun ajaran baru. Jadi tidak perlu ditunda-tunda,” ujar Darmanto.