FOKUS JATENG – BOYOLALI – Pemerintah telah menerapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng seharga Rp 14 ribu/liter. Masyarakat bisa mendapatkan minyak goreng itu, karena tersedia di semua ritel modern.
Hanya saja, kebijakan itu kini menjadi polemik dikalangan pedagang pasar tradisional.
“ Ini menyakitkan, kami kulakan dengan harga Rp19 ribu/ liter dengan harga jual Rp 19,5 ribu/liter. Lha di toko modern harga minya turun menjadi Rp 14 ribu/liter,” kata Suminem salah satu pedagang sembako di Pasar Sunggingan Boyolali. Jumat (21/1/2022).
Ia mengaku baru saja membeli minyak goreng dengan harga Rp 226 perdus yang berisi 12 liter. Kini, masih teronggok dikiosnya.
“Sudah dua hari ini, tidak laku sama sekali. Dari pihak dinas juga tidak memberi tahu,” imbuhnya.
Suminem mengaku baru pertama kali menemui fenomena harga pokok turun drastis. Padahal biasanya penurunan harga secara bertahap. Kalaupun nekat menurunkan harga seperti toko modern, dia bisa rugi hingga jutaan rupiah.
“Ini melorotnya terlalu jauh, kalau sampai harganya anjlok kami pedagang yang terlanjur kulakan banyak ya gimana. Kalau nekat turun ya rugi banyak kita. Satu liter aja kita bisa rugi Rp 5 ribu, kalau 20 dus bisa Rp 1,2 juta,” katanya.
Hal senada juga di keluhkan para pedagang di Pasar Boyolali Kota, rata-rata minyak goreng kemasan dan curah belum laku sama sekali. Pembeli berkurang drastis sejak dua hari ini. Padahal biasanya bisa laku 12 liter perhari.
” Harga Rp.14 ribu/liter di toko modern sangat memukul kami. Minyak kami tidak laku, kalau mau turun harga kita jualnya dah mahal. Katanya per 26 Januari harus diturunkan. Kalau mau diturunkan siapa yang ganti rugi? Padahal ruginya Rp.5 ribu/liter,” keluh Retno pedagang sembako.
Pedagang itu berharap pemerintah juga memikirkan pedagang kecil dalam membuat kebijakan.
“Harapannya kalau pemerintah bikin kebijakan yang benar, mungkin itu disisi konsumen oke. Tapi kalau kita penjual kecil, gak ada struk terus gimana minta ganti ke siapa? Selama saya jualan baru pertama kali ini harganya turun drastis dan tidak merata,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Boyolali, Karsino mengatakan penurunan harga minyak goreng tersebut terjadi sejak 19 Januari lalu. Hal tersebut langsung disikapi dengan sosialisasi pada toko modern. Sedangkan kepala UPT Pasar juga diminta untuk menyosialisasikan ke pedagang tradisional.
“Realisasinya memang baru di toko modern. Sedangkan pasar tradisional belum. Karena sistemnya kan dapat subsidi dan baru bisa diklaimkan dengan struk (Bukti jual beli,red). Kalau di toko modern kan sudah berjalan. Tapi kalau pedagang tradisional ini yang susah. Dan ini tidak hanya di Boyolali, tapi seluruh pasar tradisional di Solo Raya bahkan Indonesia,” katanya.
Pedagang pasar tradisional diberi waktu satu pekan untuk mengganti harga. Namun, terkait subsidi yang bisa diklaimkan, Karsino mengaku belum menemukan titik temu. Sebab pedagang pasar tradisional cenderung tidak menggunakan kwitansi dalam jual beli. Sehingga menyulitkan untuk mendapat klaim bantuan subsidi.