FOKUS JATENG-BOYOLALI-Berkunjung ke kawasan lereng Merapi Merbabu, tak lengkap rasanya kalau tak mecoba pulen gurihnya Jadah Srundeng.
Tempatnya tak jauh dari simpang PB VI Selo, atau pertigaan petilasan Kyai Ageng Kebokanigoro. Makanan khas Selo ini menjadi legenda sejak 1960an ini selalu menjadi pesinggahan para wisatawan. “Hmmm…Rasanya? Boleh diadu. Gurihnya kelapa dan pulennya ketan tumbuk, dicocol srundeng manis dengan kaldu daging sapi yang kuat, rasanya gila banget,” ujar Wiwik pengunjung asal Semarang ini.
Menurutnya, tak lengkap ke Boyolali tanpa membawa oleh-oleh khas Selo ini.
Ya, warung Jadah Mbah Rubi dan Mbah Karto menjadi yang jujugan wisatawan. Kini warung mbah Rubi dikelola oleh salah satu cucunya, Nina Andriyana.
“Mbah saya, (Rubi,red) sudah berjualan mulai 1960an. Dan masa jaya penjualannya pada 1972. Awalnya hanya dibeli warga lokal yang pulang dari pasar. Lalu kami sempat tidak jualan lagi selama 5 tahun, karena Mbah Rubi meninggal. Selain itu, juga karena jalur Selo sepi,” ujar Nina.
Namun semenjak diresmikannya jalur Solo- Selo – Borobudur (SSB) oleh Presiden Megawati. Kawasan tersebut kembali ramai,
Apalagi, setelah kawasan lereng Merapi Merbabu menjadi salah satu tujuan wisata. Ditambah banyaknya destinasi wisata. Jadah pun tak luput dari incaran wisatawan. Kini, dalam sehari, dia bisa menghabiskan 20 kilogram beras ketan atau 45 kilogram jadah. Itupun belum lengkap rasanya jika tidak membuat srundeng untuk topping jadah. Tentu yang utama adalah gurih dan legitnya kelapa bercampur dengan rasa daging sapi.
“Kalau dulu, Mbah Rubi menggunakan srundeng daging sapi. Tapi sekarang harganya mahal kalau dinaikan harga jadahnya juga sulit. Maka rasa daging sapi ini tetap ada pada srundeng dengan memasak menggunakan kaldu sapi asli,” katanya.
Jika ingin menikmati kudapan khas Selo dengan lebih nikmat, jadah potong dibakar dan disajikan dengan srundeng. Jika ingin dibakar, jangan lupa lapisi dengan daun pisang. Agar jadah tidak lengket. Setelah matang, jadah bakar cukup dicocolkan pada topping srundeng. Pulen dan gurihnya jadah bercampur dengan legitnya srundeng. Namun, seiring berjalannya waktu, Jadah Srundeng dianggap dengan makanan para orangtua.
“Maka kami mengembangkan menjadi berbagai varian rasa pada 2013. Mulai dari coklat, tiramisu, ketan juruh, dan lainnya. Jadi sesuai lidah anak-anak milenial.”
Selain jadah, ia juga memproduksi menu lain menggunakan beras ketan yakni wajik. Berbeda dengan jadah, wajik ini diolah dengan santan dan gula merah. Sehingga berwarna coklat mengkilap dan rasanya manis.