Santri Milenial Tak Hanya Pintar Mengaji, Tapi Juga Aktif Menangkal Virus Radikalisme Dan Anti Pancasila

santri milenial

Ratusan santri dari Pondok Pesantren (Ponpes) di Desa Candi Gatak, Cepogo mengikuti apel santri milenial. (yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Tak hanya pintar mengaji, selain melek digital para santri milenial juga harus memahami adanya virus yang lebih berbahaya daripada COVID-19. Yakni bukan virus ideologi anti Pancasila. Demikian ungkap Dandim 0274 Boyolali, Letkol Arm. Ronald Siwabessy pada apel santri milenial yang diikuti ratusan santri dari Pondok Pesantren (Ponpes) di Desa Candi Gatak, Cepogo
di Lapangan Penggung, Boyolali Kota, pada Senin (14/2/2022) pagi.
“Marak sekali paham-paham yang beredar dan dianut generasi muda. Ada paham yang benar dan ada paham yang keliru. Paham yang keliru ini justru mengancam kedaulatan dan integrasi bangsa kita sendiri. Selama ini kita memang disibukan dengan penanganan pandemi. Tapi kita tidak boleh lupa bahwa ada virus lain yang lebih berbahaya, yakni virus radikalisme dan paham-paham yang menentang Pancasila,” kata Dandim disela pembekalan wawasan kebangsaan serta bahaya paham-paham radikalisme kepada para santri.
Dandim menambahkan, virus covid-19 bisa disembuhkan dengan penanganan yang masimal. Namun, virus ideologis ini sulit disembuhkan. Karena akan berimbas pada cara pandang dan nasionalisme. Karena itu, masyarkat diajak untuk berperan aktif menangkal paham radikalisme di lingkungan masing-masing. Termasuk Pemda, TNI/Polri dan segenap elemen lain untuk bersama-sama memberantas virus-virus ideologis.
Sementara itu, Wakil Bupati Boyolali, Wahyu Irawan mengatakan apel santri milenial generasi tangguh ini diikuti seluruh santri yang ada di wilayah Candi Gatak, Cepogo. Kegiatan ini guna menangkal isu-isu radikalisme dan anti Pancasila. Apalagi gelombang teknologi turut menyumbang arus ideologi. Selain pembekalan kebangsaan, para santri juga diharapkan menjadi kader milenial dalam penanganan covid-19. Serta ikut dalam penanganan pandemi di wilayah masing-masing.
“Saat ini gelombang teknologi yang begitu dasyat. Para santri juga diberi pemahaman terkait potensi gelombang radikalisme,” katanya.
Ketua Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) Boyolali, Kh. Habib Masturi mengatakan guru dan Kyai ponpes harus menanamkan kurikulum Islam yang rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi alam semesta. Sebab posisi guru dan kyai di ponpes menjadi panutan yang digugu dan ditiru. Ajaran Islam yang santun dan toleran harus diajarkan kembali.
“Karena di Alquran ayat cinta lebih banyak lagi. Sedangkan ayat pedang turun saat Nabi teraniaya, itupun perlu disampaikan pula mengapa ayat itu turun. Harusnga ayat-ayat cinta ini lebih banyak diterangkan ke santri dan masyarakat luas.”