FOKUS JATENG-BOYOLALI-Terjepit kebutuhan terkadang bisa memunculkan ide kreatif, bahkan cukup menghasilkan. Hal ini dialami oleh seorang perajin anyaman rotan di Kampung Wonosari, Kelurahan Kemiri, Mojosongo, Boyolali, bernama Tini (59).
Ditemui di kiosnya, tampak berbagai produk anyaman mulai dari keranjang pengangkut sepeda motor atau bronjong, hingga keranjang sampah, maupun produk anyaman lainnya.
Hanya saja produk anyaman itu bukan dari bambu atau rotan, akan tetapi terbuat dari bahan plastik limbah atau tali klem bekas.
“Saya dulu perajin rotan, kenaikan harga rotan waktu itu membuat kami kekurangan modal,”ujar Tini.
Sekitar tahun 2005, Tini menuturkan, ditengah kegalauan terhimpit kekurangan modal hingga terancam gulung tikar. Tanpa sengaja, ia melihat tumpukan limbah tali plastik (janur bendit/plastik-) di belakang industri di wilayah Teras, yang dibakar begitu saja.
“Klem plastik itu dibakar begitu saja, tak ada yang memanfaatkan,” katanya.
Berawal dari pemandangan itu, Tini mengaku memiliki gagasan untuk merubah limbah itu menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual. Karena ia seorang perajin anyaman, yang ada dibenaknya hanyalah menjadikan limbah plastik itu menjadi produk anyaman.
“Mau dibuat apa juga bingung saat itu. Lalu saya kepikiran membuat beronjong,”ujarnya.
Kemudian ia membeli sebuah beronjong di pasaran, dan
Bronjong itu di bongkar habis untuk mengetahui bagaimana cara membuatnya. Setelah itu, dia baru mencari tali limbah plastik itu di sekitaran pabrik didekat rumahnya.
“Setelah bisa membuat satu bronjong, saya terus bikin lagi,” ujarnya.
Bronjong itu kemudian dia jual di depan rumahnya yang ada di pinggir jalan raya Boyolali-Klaten.
“Iya, karena kebutuhan tali klem sangat banyak, saya kemudian beli ke pengepul. Saat itu harganya masih Rp 500 per kilo, tapi sekarang sudah Rp 7000-7.500 per kilo,” ujarnya.
Ide cemerlang itu membuahkan hasil, kini produknya pun semakin laris dan beragam, tidak hanya berupa keranjang barang saja, namun juga pot bunga, tas, hingga plafon, dan sebagainya. Penjualan produknya sudah tersebar di Jawa Tengah.
Menurut Tini, di era tahun 2008an, produk anyaman dari bahan plastik mulai banyak dikenal, menyebar hingga perlahan mampu menggantikan produk anyaman dari bahan bambu.
Selain dianggap lebih kuat dan tahan lama, produk anyaman dari bahan plastik ini juga dinilai lebih praktis dari sisi pengerjaan. Meskipun bahan plastik memiliki kekurangan tidak ramah lingkungan.
Dari berbagai macam produk yang diproduksi, bronjong memang paling laris dipasaran. Hal ini tak lepas karena di kawasan ini masih banyak warga yang berprofesi sebagai petani maupun pedagang.
Meski begitu, Tini sulit menyebutkan omzet penjualan kerajinannya ini perhari. Dikatakan, per 1 Kuintal bahan baku yang dia beli dengan harga Rp 750 ribu, dia bisa mendapatkan uang sebesar Rp 2,5-3 juta. “ Hitung sendiri saja, kalau saat ini, sebulan bisa membuat 5 kuintal bahan.”