FOKUS JATENG-BOYOLALI-Tradisi Mendak Tirta menjelang Hari Raya Nyepi di Boyolali, Sabtu (26/2/2022) berlangsung khidmat. Meski dilaksanakan secara sederhana dengan jumlah peserta yang terbatas para umat Hindu ini mengikuti setiap prosesi dengan penuh khusuk, begitu juga saat prosesi mengambil air kehidupan dari umbul mata air Siti Inggil, Desa Bendan, Kecamatan Banyudono.
Sabtu (26/2)pagi, mengawali prosesi mendak tirta, para peserta berangkat dari Pura Bhuana Suci Saraswati di Desa Ngaru-Aru, Banyudono menuju lokasi pengambilan air. Namun sedikit berbeda dengan tahun sebelum pandemi, peserta kali ini jumlahnya tidak banyak. Jika dalam pelaksanaan tahun lalu ada arak-arakan dengan pentas seni dan kirab budaya. Namun kali ini ditiadakan.
“Peserta memang kami batasi, tapi tidak mengurangi makna Mendak tirta dan melasti,” kata Pindandita Sutarto, ketua PHDI Boyolali.
Sementara di kawasan Umbul Siti Inggil, sejumlah sesaji dan buah-buahan serta aroma kemenyan harum tercium bersamaan dengan lantunan doa para umat. Setelah usai mengambil air kehidupan. Pindandita Sutarto mengatakan, tradisi Mendak Tirta tidak bisa dilepaskan dari Hari Raya Nyepi. “Mendak Tirta adalah upacara mencari amerta atau air kehidupan untuk menyucikan jiwa dan nilai-nilai spritual dan kebersihan jiwa,” kata Sutarto.
Ia menjelaskan Amerta berasal dari bahasa Sanskerta amŗta (a = tidak, meŗta = mati) yang secara harafiah berarti tidak mati atau abadi. Selain itu ameŗta diartikan juga sebagai air kehidupan.
“Setelah segala nafsu dan kekotoran, seperti kedengkian, cemburu, amarah ini kita sucikan dengan air kehidupan. Maka kita dapat dengan tenang tanpa beban dan khusuk dalam menjalani penyepian tapa brata,” imbuhnya.
Dengan dilakukannya ritual mendak tirta dan melasti ini, lanjut Sutarto, pihaknya berkeyakinan selain untuk menghilangkan segala kotoran yang ada pada diri kita, juga akan menghilangkan kekotoran yang ada di lingkungan sekitar.
“Selain membersihkan kekotoran di dalam diri kita atau mikro kosmos, ritual mendak tirta ini juga memberihkan lingkungan dalam arti luas atau makrokosmos,” katanya.
Menurut dia, umat Hindu Boyolali tidak akan mengikuti tawur agung di Prambanan sebagai puncak perayaan Nyepi. Namun, umat Hindu di Ngaru-aru, Banyudono, telah menyiapkan sebuah Ogoh- ogoh setinggi 4,5 meter. Ogoh- ogoh akan dikirabkan pada saat Mecaru pada Rabu (2/3) sore yang menjadi rangkaian Hari Raya Nyepi. Usai kirab, ogoh- ogoh akan dibakar di depan Pura Bhuana Suci Saraswati desa setempat.