FOKUS JATENG-BOYOLALI-Kelangkaan minyak gorang curah bersubsidi semakin di rasakan pedagang di sejumlah pasar tradisional wilayah Boyolali. Sejumlah masyarakat, Usaha Kecil Menengah (UKM) memilih menitipkan jeriken. Bahkan adapula yang berhenti produksi.
Pantauan di Pasar Sunggingan Boyolali, di kios sembako milik Nelly Yusuf terlihat sejumlah jeriken minyak goreng curah kosong menumpuk dikiosnya, pada Selasa (22/3/2022).
Nelly mengaku sudah lama minyak goreng curah kosong di kiosnya. Ia hanya bisa menjual minyak gorang kemasan yang dibelinya di toko modern. Yakni seharga Rp 24.000 per liter. Dia juga mengemas migor super minyak dorang yang harganya Rp 27.000 per kilogram.
“Minyak curah gak ada, sudah lama gak ada. Pembeli kalau mau harga segitu ya beli, kalau gak kuat ya tidak mau membeli. Karena curah sudah tidak ada. Kemasan juga gak ada yang beli, jadi pembeli turun drastis. Paling sehari hanya laku 2 botol ukuran 1 liter. Kalau dulu bisa berkarton-karton,” kata Nelly.
Senada, salah satu pegawai kios sembako di Pasar Sunggingan, Onang Cahyono mengatakan sudah lima hari terakhir tidak ada minyak goreng curah. Bahkan kiosnya harus meniriskan migor curah dari sisa tangki penyimpanan. Bahkan banyak pembeli yang mayoritas UKM harus putar balik dan kecelek. Bahkan pembeli juga menitipkan jeriken yang diharapkan mendapat jatah migor begitu pasokan datang.
Dia juga meniriskan tangki penyimpanan minyak goreng yang ditampung dalam jeriken.
“Langganannya banyak dari UKM. Kalau normal seminggu dapat setoran dua tangki minyak curah yang masing-masing isinya 7.000 kilogram. Jadi 14 ton minyak goreng curah. Tapi kapasitas tangki penyimpanan 10 ton. Sampai sekarang belum ada informasi kapan turunnya minyak goreng curah. Kalau barang ada baru bisa nentukan harga jualnya. Kalau pas harga naik kita bilang dulu,” ujar Onang.
Hal yang sama juga terjadi di Pasar Boyolali Kota. Pedagang sembako, Wiwik juga mengeluhkan hal yang sama. Sudah satu pekan ini tidak mendapat pasokan minyak goreng curah. Sebelunnya, pekan lalu dia mendapat stok 1 jeriken berisi 17 kilogram. Dan dijualnya Rp 22.000 per kilogram. Sedangkan karena harga minyak goreng kemasan mahal, dia tak berani kulakan.
Salah satu pembeli asal Tawangsari, Teras, Sriyono (50), mengaku terpaksa menutup usaha keripik singkongnya. Sebagai UKM keriping singkong, Sriyono tak berani beralih ke migor kemasan. Karena tidak menutup biaya produksi yang dikeluarkan. Bahkan terancam merugi.
“Biasanya produksi keripuk singkong 2 kuintal perhari. Tapi saya sudah cari ke mana-mana (Migor curah,red). Dari pasar Pengging, Banyudono, Boyolali Kota sampai Sunggingan. Kosong semua. Kalau begini ya gak bisa produksi,” keluh Sriyono saat ditemui di Pasar Sunggingan, Boyolali Kota.