Usaha Lagi Sulit Dihantam Pandemi, Kini Semakin Sulit Akibat Licinnya Minyak Goreng

Wajan besar tempat penggorengan marning milik Ruminah mangkrak sejak berhenti produksi. (yulianto/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG- BOYOLALI-Pelaku usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) di Boyolali kelimpungan akibat harga komoditas yang menjadi kebutuhan pokok mengalami kenaikan. Masa pandemi telah membuat dunia usaha terpuruk, semakin diperparah lagi harga minyak goreng ikut mengalami kenaikan. Sejumlah pelaku UMKM kesulitan untuk produksi.
“Produksi jagung goreng marning, ceriping, dan keripik produksinya bukan berkurang. Tapi terhenti, karena modal sudah tidak bisa berputar, harga bahan baku naik terus,” kata Rumilah (61) pelaku UMKM asal Pasekan, Mudal, Boyolali Kota.
Menurut Rumilah sejak dihantam pandemi, produksi marning menurun drastis. Lantaran pengiriman luar kota dibatasi dan toko pusat oleh- oleh sepi pembeli. Hal tersebut terlihat dari dapur produksinya yang sepi. Beberapa alat memasak juga mangkrak, lama tak disentuh.
Kini dia hanya bisa mengandalkan pesanan yang datang. Itupun harus memberikan down payment (DP). Mengingat Rumilah sudah tidak memiliki modal untuk produksi. Apalagi harga minyak goreng juga melambung. Sedangkan minyak goreng curah masih sulit didapatkan. Rumilah enggan beralih ke minyak goreng kemasan, karena harganya sudah tinggi.
“Saya sekarang hanya terima pesanan saja, sudah tidak produksi. Saya jajakan ke toko-toko oleh-oleh, katanya masih ada stok. Ini juga dapat pesanan dari Jambi 50 kilogram, tapi saya minta DP dulu karena gak ada modal,” kata Rumilah saat ditemui dirumahnya pada Jumat 25 Maret 2022.
Rumilah juga terpaksa menaikan harga marning. Dari Rp 10.000 per kilogram menjadi Rp 25.000 per kilogram. Sulitnya mendapatkan minyak goreng, membuatnya harus bersiasat. Rumilah mengaku harus mengumpulkan minyak goreng curah sedikit demi sedikit, karena menggoreng marning membutuhkan minyak yang banyak agar renyah.
Sebelum pandemi, Ruminah menyebut bisa memproduksi 1,5 kuintal seharinya. Dibantu oleh empat pegawainya. Dia biasa menyetor hingga ke Sumatera, Jakarta, Jogjakarta dan lainnya. Marning miliknya juga disetor di berbagai toko pusat oleh-oleh yang ada di Boyolali.
“Sejak berhenti produksi seluruh modal saya habis untuk keperluan sehari-hari. Lalu untuk makan ya mengandalkan penjualan karak dan lempeng singkong. Semua saya kerjakan sendiri. Kalau jualan karak bisa dapat uang Rp 125.000 dan lempeng singkong Rp 40.000. Jualan matang dan gorengnya habis minyak sedikit. Lumayan bisa untuk sambung hidup,” tutur Rumilah.