FOKUS JATENG- BOYOLALI-Tari Jangkrik Ngenthir merupakan salah satu tarian khas dari lereng Gunung Merapi-Merbabu. Tarian ini konon dimainkan saat acara-acara sakral seperti ruwatan. Tari jangkrik Ngenthir ini juga merupakan salah satu tarian untuk penghormatan kepada leluhur, yang mengisahkan perjalan mencari hakekat hidup.
Seperti pada prosesi ruwat rawat prasasti sarungga di Dusun Wonosegoro, Desa/Kecamatan Cepogo Boyolali baru-baru ini. Tarian sakral ini sempat tampil mengiringi dibawakan oleh kelompok Kesenian Sri Budi Utomo dengan delapan orang penari, terdiri pentul tembem, dua penari sebagai lembu atau sapi dan 4 penari jaran kepang atau juga disebut jangkrikan.
“Tarian jangkrik ngentir itu diambil dari sebuah perjalan hidup, nek cara jawane lelakoning urip dari orang Kanung. Orang Kanung itu orang pada waktu belum mengenal peradaban maupun agama,” kata Slamet Seno, sesepuh kelompok kesenian Sri Budi Utomo, asal Dukuh Sidotopo, Desa Cabean Kunti, Kecamatan Cepogo.
Slamet Seno menuturkan, tarian jangkrik ngentir ini berkisah tentang perjalanan peradaban manusia dalam mencari sejating urip. Karena saat itu belum mengetahui adanya Tuhan, bahkan peradaban pun belum dikenal. Membuat kehidupan masyarakat Kanung saat itu bebas tanpa aturan. Hingga pada satu titik dimana mereka ingin mengetahui asal-usul manusia, termasuk kemana setelah meninggal dunia.
“Seiring perjalanan waktu, mereka ingin mencari jati diri atau Tuhan. Istilahnya yang namanya orang hidup, pingin ngerti sejatine urip,” jelasnya.
Dalam perjalanannya mencari petunjuk atau wangsit, caranya pun bermacam-macam. Seperti memuja pohon besar, gunung, matahari dan ada pula yang melalui jejogetan atau tarian hingga puncaknya pikirannya kosong dan kerasukan roh leluhur atau istilahnya payah.
“Dalam keadaan payah munculah petunjuk-petunjuk atau wangsit yang sangat bermanfaat bagi orang Kanung itu,” imbuh Slamet.
Seni tarian rakyat dengan iringan alunan bende dan kendang ini, diawali dengan kemunculan Pentul dan Tembem. Lalu, menggembala sapi. Kemudian Pentul dan Tembem berdialog tentang kedatangan sekelompok orang dan kemudian dijemputnya. Lalu keluarlah 4 penari jaran kepang yang dikisahkan sebagai sekelompok orang yang mencari sejating urip tersebut.
“Iya, ini termasuk tarian sakral. Untuk gerakannya ada pakemnya. Ini khas dari lereng Gunung Merapi-Merbabu, tapi setiap daerah mungkin versinya beda-beda, dengan kearifan lokal sendiri-sendiri,” kata sesepuh warga Sidotopo ini.
Tarian jangkrik ngentir, lanjut Slamet, sudah dibawakan oleh kelompok kesenian Sri Budi Utomo Dukuh Sidotopo, Desa Caben Kunti sejak sebelum tahun 1980 silam. Hingga saat ini tarian yang dianggap sakral itu masih dilestarikan.
” Ya selain sebagai hiburan rakyat, tarian ini ya biasa dimainkan saat ada acara sakral. Memang semakin tergeser dengan tarian baru. Untuk generasi penerus jangkrik Ngenthir ini terus nyambung dan terus dilestarikan.”