FOKUS JATENG-BOYOLALI- Tingkat kemiskinan di Boyolali mengalami kenaikan sejak dua tahun terakhir. Kenaikan angka kemiskinan itu dikarenakan adanya pembatasan aktivitas masyarakat selama pandemi COVID-19.
Menurut Staf Khusus Presiden, Arif Budimanta, ada dua kategori kemiskinan. Pertama masyarakat miskin dengan pendapatan kurang dari Rp 16 ribu per hari. Kemudian kategori miskin ekstrim. Yakni masyarakat dengan pendapatan kurang dari Rp 12 ribu per hari. Standar pengkategorian miskin ekstrim ini merujuk pada skala internasional.
“Masyarakat disebut miskin ekstrim itu jika pendapatannya kurang dari 1,9 US Dollar per hari. Atau berkisar Rp 12 ribu per hari.”
Arif menambahkan berdasarkan hasil pendataan melalui Badan Pusat Statisik (BPS) Nasional ada 4,6 persen penduduk Indonesia yang masuk kategori miskin ekstrim. Hal tersebut perlu dituntaskan menjadi 0 persen sampai 2024.
“Ada 273,87 juta penduduk Indonesia. Yang masuk kategori miskin ada 26,42 juta penduduk dan yang masuk kategori miskin ada 10,40 juta. Miskin ekstrim masih dibagi karakteristik miskin pedesaan dan perkotaan. Kenapa kami pilih standar Internasional karena kita ingin membandingkan dengan negara lain. Seperti di Vietnam sudah 3 persen, China dan Malaysia sudah 0 persen. Jadi kita mau mengejar itu,” papar Staf Khusus Presiden itu.
Kemudian, berdasarkan data Susenas BPS 2019, kata Arif kemiskinan ekstrim di Indonesia mencapai 4,6 persen. Sedangkan di Boyolali dengan tingkat penduduk ekstrim mencapai 3,3 persen atau 32,57 ribu jiwa atau 9.112 keluarga. Hal tersebut menjadi PR bersama. Pihaknya menargetkan penuntasan kemiskinan ekstrim sampai 2024. Sehingga perlu dilakukan verifikasi data dan pendekatan di lapangan. “Dengan demikian kami meminta perlu dilakukannya konversi data by name by address,” pintanya.
Senada, Bupati Boyolali, M. Said Hidayat mengatakan perlu pembenahan data terkait kemiskinan ekstrim secara menyeluruh. Mengingat, angka kemiskinan di Boyolali memang sempat mengalami peningkatan. Pada 2021 angka kemiskinan 9,53 persen kemudian naik menjadi 10,18 persen. Hal tersebut dipicu oleh pandemi covid-19.
“Jadi karena covid-19 tidak segera menghilang, angka kemiskinan naik lagi menjadi 10,68 persen. Maka kita lakukan langkah pembenahan data melalui MCD. Karena merujuk data BPS pada rilis terakhir pada 2022 angka kemiskinan mencapai 10,62 persen. Tapi kalau hasil pembenahan data kami hanya 10,35 persen. Artinya, arah pembenahan data ini mampu kita lakukan,” ujar Bupati Boyolali.
Berdasarkan update data, jumlah penduduk Boyolali mencapai 1.047.780 jiwa atau 344.299 KK. Ditemukan keluarga dengan kondisi sangat miskin atau ekstrim sebanyak sembilan KK. Sedangkan jumlah keluarga miskin 35.640 KK atau 10,35 persen. Kemudian jumlah Keluarga rawan kemiskinan 93.059 KK atau 27,03 persen.
“Ini menjadi bagian yang harus diperhatikan ke depannya. Recovery,” pungkasnya.