Mengenal Makna Toleransi di Desa Urut Sewu

Lukisan mural bertemakan kerukunan pun mewarnai Desa Urut Sewu Ampel (Yull/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI- Meski dihuni warga  beragama Islam, Buddha, Kristen, Katolik, dan Hindu, hingga penganut kepercayaan, aura penuh toleransi begitu menggetarkan perasaan di sana, di Desa Urut Sewu, Kecamatan Ampel, Boyolali.
Salah satu wujud toleransi di desa yang terletak di kawasan lereng Gunung Merbabu ini terlihat dari banyaknya bangunan rumah ibadah yang berdekatan. Kira-kira hanya berjarak seratusan meter saja antara Masjid, Gereja, dan Vihara.
Menurut warga setempat, sejak mereka masih anak-anak, nilai toleransi sudah ditanamkan oleh para orang tua. Hal tersebut diyakini akan menciptakan kerukunan hidup yang harmonis.
“Sejak anak-anak saya biasa bermain dengan bebas di rumah teman-teman yang berbeda agama,” kata Yoseph warga Urut Sewu, pada Selasa 31 Mei 2022.
Di desa yang memiliki 6.857 jiwa penduduk ini, Budaya hidup rukun ini sudah dijalankan puluhan tahun.
Menurut Ketua Rukun Tetangga (RT) Dusun Kalidadap, Urut Sewu, Ampel, Sumarno, di Dusun Kalidadap terdapat tiga agama yang dianut. Yakni Buddha dengan 25 kepala keluarga (KK), Islam 20 KK dan Kristen 5 KK. Dua tempat ibadah, yakni vihara dan masjid juga berdekatan. Tak ada masyarakat yang mengeluhkan hal sepele. Apalagi perihal toa masjid dan mushala.
“Belum pernah ada gesekan, Setiap ada kegiatan selalu saling mendukung. Kalau ada salah satu kegiatan yang lain ikut hadir. Apalagi di sini mayoritas juga Budha dan Islam, jadi ada dua tempat ibadah,” katanya.
Sumarno menambahkan, masyarakat juga saling menjaga batasan. Tak mengatur-atur perihal peribadatan. Namun, memberikan ruang-ruang untuk bercengkrama. Ketika umat Budha punya hajat, umat Islam dan Kristiani tak segan membantu. Baik dalam membersihkan lingkungan tempat peribadatan, memasak untuk acara besar hingga hajatan. Saat lebaran tiba, umat Nasrani dan Buddha juga ikut open house. Saling bersilaturahmi ke rumah-rumah. Begitu juga sebaliknya. Toleransi juga diwujudkan dalam pengelolaan potensi dusun yang memiliki kolam lele.
“Kami juga saling mengamankan dan menjaga ketika umat menjalani ibadah,” jelasnya.
Salah satu pemeluk agama Budha Yatini manambahkan Saat upacara peribadatan dan perayaan hari jadi Vihara Virya Dharma Loka. Ternyata, umat Islam dan Kristen datang membantu membersihakan vihara dan meramu makanan.
” Pas ada acara Waisak maupun ulang tahun vihara saat sembahyang juga dijaga. Kita undang juga pada hadir. Disini semua bisa saling kerjasama dan gotong royong bareng. Kalau peringatan peribadatan Idhul Fitri kita juga ikut merayakan, ikut sowan dan memberi ucapan selamat,” imbuhnya.
Kadus 1 Desa Urut Sewu, Parmin mengaku bersyukur, latarbelakang yang berbeda ini tak menimbulkan gesekan. Justru saling menjaga. Masyarakat mampu memahami batasan agama yang tidak perlu dilalui. Mereka juga paham bagaimana cara merawat toleransi.
“Disini kerukunan jauh lebih kuat dari ikatan ideologis. Kalau ada salah satu umat punya hajat yang lain pasti mendukung dan membantu.”