Fokus Jateng-Boyolali – Di timur lereng Gunung Merbabu ada tulisan beraksara Jawa Kuno terpahat pada sebuah batu.
Batu itu berada di ladang milik Slamet Sarwi, warga Dukuh Wonosegoro, Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Batu ini oleh warga cukup disakralkan, mereka menyebutnya prasasti watu tulis Wonosegoro.
“Keberadaan prasasti ini bukti otentik keberadaan partapan di lereng timur Merbabu Boyolali di 1.121 tahun yang lalu,” ujar Ketua perhimpunan pemerhati dan penggiat sejarah-budaya Boyolali atau Boyolali Heritage Society (BHS), Kusworo Rahadyan,
Prasasti ini berada di area ladang penduduk, sebagian dari batu prasasti ini pun masih terpendam di dalam tanah. Di bagian muka batu yang datar ini lah terukir tulisan aksara Jawa Kuno.
“Watu Tulis Wonosegoro atau Prasasti Sarungga ini telah dilakukan penelitian dalam skripsi oleh mahasiswa Arkeologi UGM,” kata Kusworo.
Dari penelitian itu, lanjut Kusworo, prasasti Sarungga ini bertuliskan swa sti śa ka wa rṣā tī ta 8 2 3 jye ṣṭa ma sa pa ñca mi śu kla ha wa so kā la ni ki pa ta pā n ri śa rū ṅga nā mā […].
Tulisan aksara jawa kuno itu telah dialih aksarakan dalam penelitian skripsi itu. Isi tulisan itu berbunyi, Selamat tahun Śaka yang telah lalu 823 pada bulan Jyesta tanggal 5 bagian bulan terang. Haryang (hari bersiklus 6), Wagai (hari bersiklus lima), Soma (hari bersiklus tujuh atau Senin), pada saat ini (terdapat) pertapaan di Śarūṅga (yang) hendaklah dinamai ….
“Nah..setelah kalimat -hendaklah dinamai…itu kalimat berikutnya hilang,” papar Kusworo.
Dijelaskan, setelah dilakukan konversi penanggalan dari Saka ke Masehi menjadi Tanggal 25 Bulan Mei Tahun 901.
“Jika ditarik ke tahun sekarang sudah 1.121 tahun silam masyarakat lereng timur Gunung Merapi-Merbabu Boyolali sudah memiliki peradaban yang luhur dan sudah ada budaya menulis. Hal ini menunjukan bahwa alangkah tingginya peradaban di wilayah ini waktu itu,” katanya.
Ia menambahkan, prasasti ini menyebutkan tempat yang disebut dengan Pasyarungga yakni sebuah padepokan untuk mengkaji agama (Hindu). Hal itu seperti yang pernah dicatat oleh Bujangga Manik, yang menyebut pernah singgah di tempat keresian pada kaki Gunung Damalung (Gunung Merbabu).
“Jika dilihat dari segi lokasi bahwa prasasti ini berada di kaki gunung Merbabu maka kemungkinan besar bahwa daerah ini adalah tempat keresian atau bermukimnya para resi hindu,” ujarnya.
Dikemukakan, berdasarkan naskah perjalanan Bujangga Manik. Disebutkan dalam catatan berupa naskah kuno berbahasa Sunda, memuat kisah perjalanan seorang tokoh bernama Bujangga Manik mengelilingi pulau Jawa dan Bali.
Naskah ini ditulis pada daun nipah, dalam puisi naratif berupa lirik yang terdiri dari delapan suku kata. Saat ini disimpan di Perpustakaan Bodley di Universitas Oxford, Inggris, sejak tahun 1627 (MS Jav. b. 3 (R), cf. Noorduyn 1968:469, Ricklefs/Voorhoeve 1977:181).
Adapun kondisi prasasti Sarungga menurut Kusworo, sejauh ini masih apa adanya.
“Tapi saat ini lebih terawat. Dirawat oleh warga di lingkungan setempat. Itu dampak acara ruwat rawat dulu (25 Mei 2022) itu masyarakat Dukuh Wonosegoro lebih peduli dalam merawat obyek peninggalan,” paparnya.
Menurut Kusworo, cukup banyak peninggalan benda-benda atau situs-situs bersejarah di kawasan lereng timur Gunung Merapi – Merbabu, Boyolali.
“Situs yang ditemukan sampai saat ini hanya sebagian kecil di antara banyak situs kuno di kawasan lereng timur Gunung Merapi – Merbabu ini. Kemungkinan masih banyak situs yang belum ditemukan karena terkubur, atau hilang,” pungkasnya.