Pasar Hewan Tutup, Pedagang Gruduk Pasar Minta Solusi

Puluhan pedagag dan peternak mendatangi Pasar Hewan Jelok menanyakan kejelasan penutupan pasar hewan (yull/Fokusjateng.com)

Fokus Jateng-Boyolali-Keputusan Menteri Pertanian nomor 500.1/KPTS/M/06/2022 tentang penetapan daerah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), yang diikuti perpanjangan penutupan pasar hewan, membuat para peternak dan pedagang maupun blantik kecewa. Mereka mendatangi Pasar Hewan Jelok Cepogo untuk meminta kejelasan batas penutupan pasar. Selasa 5 Juli 2022.
“ ini pasar ditutup tanpa batas yang belum ditentukan, tentu saja membuat kami semakin cemas. Karena sumber penghasilan kami hanya dari jual beli ternak,” kata salah satu blantik di Pasar Hewan Jelok Cepogo.
Perpanjangan penutupan pasar hewan itu, menurut mereka hanya akan semakin mempersulit perekonomian rakyat kecil. Kebijakan yang diambil dinilai malah merugikan pedagang dan petani kecil. Karena sumber pendapatan mereka sama saja ditutup.
“Ini pemerintah hanya asal tutup saja, tidak memberi solusi. Kalau begini caranya kami bisa mati konyol,” kata Purnomo pedagang sapi asal Mojosongo.
Sementara, puluhan pedagang lainnya terlihat berbincang dengan Kepala UPT Pasar Hewan, Disperindag Boyolali. Para pedagang menyampaikan keluhan perpajangan penutupan pasar. Juga tidak ada kepastian dibuka. Selain itu mereka menuntut solusi agar para pedagang dan peternak tetap bisa menyalakan api dapur.
“Kami minta kepastian pasarnya buka atau tidak. Makanya kita datang ke sini. Ternyata diperpanjang sampai batas waktu tidak ditentukan. Ya sangat keberatan kalau ditutup terus. Karena perekonomian Singosari, Mojosongo itu dari jual beli ternak. Sedangkan kita kebutuhan ekonomi terus tapi pasarnya tutup terus. Lalu bagaimana kedepannya,” keluh pedagang dan peternak asal Singosari, Mojosongo, Taryono.
Dia sendiri memiliki tanggungan hutang bank yang diinvestasikan dalam bentuk sapi. Sedangkan penyakit mulut dan kuku (PMK) merenggut empat induk sapi perah dan empat pedet alias anakan. Setidaknya ratusan juta harus melayang percuma. Ditambah lagi, penutupan pasar menyulitkan untuk menjual dan membeli sapi.
“Dulu waktu COVID 19, ada kelonggaran dari bank. Lha sekarang tidak ada. Jadi kita merasa semakin dicekik. Sedangkan selama ini, penanganan PMK kita mandiri mengundang mantri hewan. Sekarang dibawa ke jagal kalau sudah sakit deprok, gak mau. Jadi kita biarkan mati. Peternak semakin terjepit,” imbuhnya.
Kepala UPT Pasar Hewan Jelok, Cepogo, Sapto Hadi Darmono mengatakan ada sekitar 30 pedagang sapi yang datang. Mereka menyampaikan aspirasi untuk membuka pasar hewan. Terkait hal itu pihak UPT memberikan pengertian bahwa penutupan ini berdasarkan beberapa faktor.
“Ada tuntutan minta pasar di buka. Tapi kita hanya bisa menjalankan regulasi. Itu tergantung dari dinas terkait. Karena alurnya, Disnakan mengajukan permohonan penutupan. Setelah dapat surat pemohonannya baru kita melaksanakan penutupan ini. Jadi kita tidak memiliki kewenangan membuka dan tutup pasar. Aspirasi mereka akan kami sampaikan ke atasan,” pungkasnya.