FOKUS JATENG-BOYOLALI- Para petani di wilayah Desa Cermo, Kecamatan Sambi dipusingkan serangan hama beruntun. Mereka gagal panen akibat serangan hama tikus dan hama wereng.
Serangan hama tak juga reda hingga kini. Bahkan, belum hilang hama tikus, kini muncul hama wereng yang menambah keresahan para petani.
Menurut Kepala Desa Cermo, Suranto, kendati sudah beberapa kali tanam, namun terus merugi akibat serangan hama tikus. Saat hama tikus agak mereda, warganya berupaya kembali bercocok menanam padi. Namun, tanaman padi pun gagal panen akibat serangan hama wereng.
“Pusing, mas. Berkali- kali gagal panen akibat hama tikus dan kini muncul wereng,” katanya.
Serangan hama wereng yang menyerang areal pesawahan di Desa Cermo, Kecamatan Sambi ini. Setidaknya, lahan yang terserang mencapai 15 hektare.
“Kalaupun panen ya tidak seberapa, hanya sisa- sisanya saja. Kurang dari 40 persen,” ujar Suranto, Selasa 26 Juli 2022.
Dijelaskan, akibat serangan hama wereng tersebut, petani tak hanya mengalami kerugian. Namun, dampaknya, petani juga tidak bisa membayar biaya sewa lahan. Hal itu dikarenakan, dari lahan seluas 15 hektare tersebut, 10 hektare diantaranya adalah lahan kas desa.
“Padahal, lelang sudah berlangsung pada November lalu. Karena gagal panen, maka hingga sekarang biaya sewa lahan belum juga dibayar,” ujarnya tanpa menyebut besaran nilai lelang.
Pihaknya praktis tidak bisa memaksa petani penyewa untuk secepatnya membayar biaya lelang. Sebab, sisa hasil saja tidak bisa menutup biaya tanam. Dan kini petani memilih membiarkan lahannya tidak ditanami.
“Ya, lahan dibiarkan bero atau tidak ditanami. Padahal, 6 hektare lahan diantaranya adalah lahan berpengairan teknis,” imbuhnya.
Para petani berharap dengan membiarkan lahan bero maka hama wereng yang ada bisa secepatnya hilang. Karena hama wereng tidak mendapatkan tempat untuk berkembang biak.
“Harapannya, hama wereng bisa musnah,”katanya.
Ranto menambahkan wereng dan tikus silih berganti menyerang lahan pertanian milik warganya. Meski
petani rutin melakukan penyemprotan. Namun hasilnya tidak maksimal. Sebagian bisa panen, namun kurang dari 40 persen. Itupun gabah yang dihasilkan tidak berisi.
Salah satu petani, Suradi mengakui mengalami kerugian akibat gagal panen. Beruntung, sawahnya adalah milik sendiri sehingga tidak dibebani biaya sewa lahan kepada pemerintah desa. Namun demikian, dirinya bingung mendapatkan dana untuk biaya tanam mendatang.
“Entahlah nanti, semoga saja pihak desa bisa memahami, memang kami gagal panen,”pungkasnya.