FOKUS JATENG-BOYOLALI – Harga telur ayam di pasaran dalam satu pekan ini terus mengalami kenaikan. Di sebagian wilayah Boyolali, harga telur bahkan sudah menyentuh harga Rp30.000 per kilogram.
Kenaikan harga telur ini juga dibenarkan pedagang kelontong di Pasar Boyolali Kota, Heni. Menurut Heni kenaikan harga telur itu sudah terjadi sejak sepekan terakhir. Kenaikannya secara bertahap dari semula Rp25.000 per kilogram, hingga per hari ini dia menjual Rp28.000 per kilogram.
“Telur sudah bukan naik lagi, tapi ganti harga, ya sudah seminggu ini. Naiknya itu bertahap Rp 200, Rp 500 begitu. Dari Rp 25.000, terus naik menjadi Rp 25.500, terus Rp 25.700, sampai akhirnya Rp 28.000,” jelasnya, pada Kamis 18 Agustus 2022.
Ia mengaku tidak mengetahui penyebab kenaikan harga telur. Namun kenaikan harga ini berdampak kepada omset penjualan. Heni mengaku, omset penjualan telur di kiosnya menurun. Biasanya bisa menjadi satu kwintal lebih, kini hanya puluhan kilogram saja.
Pemilik kios lainnya di Pasar Boyolali Kota, Fatimah, juga mengatakan harga telur terus mengalami kenaikan secara bertahap. Dia hari ini menjual telur Rp 28.000 per kilogram.
“Harga telur Rp 28.000 per kilogram,” kata Fatimah.
Salah satu pembeli telur asal Jelok, Kecamatan Cepogo, Siti Kiptiyah yang mengatakan harga telur naik secara bertahap. Dari harga Rp28.000 per kilogram, kini tembus Rp30.000 per kilogram.
“Ini tadi beli di toko kelontong. Setengah kilo bayar Rp15.000, berarti sekilo kan Rp30.000. Sudah mahal kemarin beli masih Rp29.000. Kalo naik terus ya, puasa dulu beli telurnya,” ujarnya.
Sementara, Tukinu Pengurus Paguyuban Peternak Ayam telur Boyolali menyebut kenaikan harga telur di bulan Suro (bulan Jawa) ini terbilang aneh. Sebab, minimnya permintaan karena tak banyak masyarakat yang menggelar hajatan menjadikan harga telur ayam ini rendah.
” Iya beberapa hari ini harga telur malah naik. Padahal ini masih bulan Suro,” katanya.
Pihaknya menduga naiknya harga telur ayam ini disebabkan berkurangnya populasi ayam petelur dua tahun terakhir.
” Di Winong ( Boyolali Kota) Populasi ayamnya berkurang antara 30-40 persen. Saya kira dimana-mana juga sama. Populasi ayam (Leyer) berkurang banyak karena hantaman pandemi COVID-19,” jelasnya.
Saat itu, lanjutnya, setiap hari peternak harus tombok untuk menutup biaya pakan lantaran harga telur hanya berkisar Rp14.000 hingga Rp15.000 per kilogram.
Padahal, peternak baru bisa Break Even Poin (BEP) jika harga telur per kilogramnya itu Rp 21.600. Sehingga jika produksi telurnya banyak, otomatis kerugian yang diderita peternak juga semakin besar.
“ Banyak peternak yang kemudian mengurangi populasinya. Bahkan ada yang sampai gulung tikar. Mengosongkan kandangnya.Karena memang, rendahnya harga telur ayam saat itu berlangsung cukup lama, hampir 1 tahun,” pungkas Tukinu. (*)
Telur Sudah Bukan Naik Lagi, Tapi Ganti Harga

Di Winong ( Boyolali Kota) Populasi ayam petelur berkurang antara 30-40 persen (yull/Fokusjateng.com)