Harga BBM Naik, Organda Boyolali Minta Penyesuaian Tarif Angkutan

ORGANDA BOYOLALI : Satu perusahaan paling banter mengoperasikan 1-3 unit, yang dikandangkan kurang lebih 80 persen (yull/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI- Organisasi angkutan darat (Organda) Kabupaten Boyolali meminta adanya penyesuaian harga tarif angkutan ekonomi.
Kenaikan BBM yang telah ditetapkan oleh pemerintah berimbas pada pengusaha transportasi yang lebih memilih mengandangkan sebagian besar armadanya.
“Kalau memang BBM itu dinaikkan, harus diikuti minimal ya ongkos angkut itu ya disesuaikan. Tarif angkutan mohon untuk dinaikan. Sehingga tidak jadi suatu gejolak. Lha bagaimana lagi pengusaha ya repot. Mau menaikan tapi tidak ada dasarnya. Kita harus sonding sama siapa nanti, kalau sama sama Dishub, paling jawabannya ya enak, belum ada keputusan,” ujar Ketua DPC Organisasi angkutan darat (Organda) Kabupaten Boyolali Tulus Budiono, pada Senin 5 September 2022.
Tulus mengaku pihaknya sangat terpukul dengan kebijakan kenaikan BBM. Kenaikan BBM ini tidak diimbangi dengan regulasi kenaikan tariff angkutan. Akibatnya pengusaha transportasi tìdak memiliki dasar untuk menaikan tarif penumpang. Padahal biaya operasional transportasi membengkak. Sejak Sabtu 3 September solar resmi naik dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter.
Pemilik PO Tulus Rapi ini berharap segera ada kejelasan. Terutama tentang pedoman penyesuaian tarif angkutan.
“Aturan yang baku kan belum ada. Kalau naik nanti kan bisa dikomplain sama penumpang. Dasar menaikan itu dasarnya apa kan gak ada, ya kita kalah. Maka kita kekeluargaan saja pada penumpang. Harusnya penetapan tarif itu hitungannya perkilometer ada batas atas dan batas bawah” katanya.
Dia menambahkan selain dampak kenaikan BBM, keberdaan bus rapid transit (BRT) gratis semakin menyulitkan para pelaku transportasi lokal Boyolali. Selama ini pendapatan hanya mampu menutup biaya operasional saja. Tulus mengaku angkutan umum saat ini hanya mempertahankan eksistensi saja. Banyak armada harus dikandangkan.
“Satu perusahaan paling banter mengoperasikan 1-3 unit, itu sudah matursuwun. Yang dikandangkan kurang lebih 80 persen. Jika dikeluarkan semua, tidak ada pendapatan, malah bakar solar. Saat ini penumpang itu paling banyak terisi 10-20 persen. Dari 30 kursi yang terisi hanya tiga sampai lima orang saja,” katanya.
Salah satu pengemudi angkutan kota, Muhammad Syukur mengaku tidak bisa menaikkan tarif angkutan karena sepinya penumpang. Pengemudi takut, jika tarif angkutan dinaikkan mereka akan kehilangan penumpang.
“Sekarang kenaikan BBM ini semakin sulit. Untuk tarif belum bisa kita naikkan karena tidak penumpang, Mau dinaikkan bagaimana, tidak ada penumpangnya. Kalau kita naikkan pedagang satu dua tiga , nanti malah lari, tidak ada yang naik nanti,” katanya. (*)