Harga Telur Ayam Turun Lagi

Banyak peternak kecil yang gulung tikar. Bahkan yang mampu bertahan, masih kesukitan untuk memulihkan kondisi ekonomi dan kebutuhan kandang. (yull/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Harga telur ayam petelur di sejumlah pasar taradisional di Kabupaten Boyolali perlahan lahan mulai turun. Hal itu diduga imbas dari turunnya seapan telur dipasaran.
“Iya, harga telur ayam, sudah turun sejak beberapa hari ini, harganya memang sempat Rp30.0000 per kilogram kini sudah turun menjadi Rp26.000 perkilogran,” kata Nanik salah satu pedagang bahan pokok di Pasar Sunggingan Boyolali.
Dikatakan, turunnya harga telur tersebut sudah berlangsung tiga hari ini, pihaknya berharap harga komoditas tersebut kembali stabil dikisaran harga Rp22.000 hingga Rp24.000 perkilogramnya.
Salah satu pedagang kue, Supriyadi di Mojosongo Boyolali berharap harga telur segera kembali normal, karena kenaikan harga telur ayam beberapa waku lalu berdampak pada penghasilannya.
“Kemarin itu, nyaris tidak dapat untung dari penjualan kue yang berbahan baku telur ayam, soalnya tidak mungkin menaikkan harga kue atau mengurangi takaran, bisa tidak laku,” ujarnya.
Hanya saja, kondisi berbalik disampaikan para peternak ayam petelur. Semula harga tertinggi ditingkat peternak mencapai Rp27,500 perkilogram. Harga telur ayam terus merosot. Kini merosot menjadi Rp22.000 per kilogram.
Menurut Ketua Paguyuban Peternak Ayam Petelur Boyolali Bersatu, Krishandrika Immanuel Raharjo, harga telur ayam terus menurun. Penurunan ini berlangsung bertahap. Yakni sejak Presiden meminta penurunan harga telur ayam. Namun, harga telur terus merosot dan hampir menyentuh break event point (BEP) yakni Rp21.000.
“Harganya terus turun. Dari tertinggi Rp 27,500 per kilogram, pada Sabtu (3 September) kemarin jadi Rp23.000 dan Rp24.900 perkilogram. Lalu Minggu sudah Rp22.000 dan Rp 23.800 perkilogram,” katanya, Senin 5 September 2022.
Harga telur ayam kerap berubah sewaktu-waktu. Sehingga ia was-was harga telur merosot hingga BEP atau batas impas. Turunnya harga telur diduga karena serapan telur di pasaran sepi. Padahal biasanya, pasca Suro dalam penanggalan Jawa. Akan banyak hajatan dan kegiatan masyarakat. Sehingga membuat kebutuhan telur naik dan harga terangkat.
“Berat (Turun terus,red). Rasanya kemaren peternak sudah mulai semangat, ini mulai mletre lagi. Selain faktor serapan sepu, plus ke Jakarta banyak ekspedisi mogok minta naik. Kalau harga dikisaran Rp22.000 per kilogram ya minus lagi,” keluhnya.
Dia meminta pemerintah juga membandingkan kondisi peternak. Keuntungan yang didapat saat ini, belum sebanding dengan kerugian besar yang dialami selama pandemi Covid-19. Banyak peternak kecil yang gulung tikar. Bahkan yang mampu bertahan, masih kesukitan untuk memulihkan kondisi ekonomi dan kebutuhan kandang.
“Saya harap pemerintah dapat mengendalikan harga pasar tak sampai di bawah break event point (BEP). Karena harga bahan baku pakan terus naik. Serta modal pullet ayam juga tinggi,” ujarnya. (*)