Belasan Situs Tersebar di Puncak Merbabu

Salah satu situs cagar budaya di puncak Gunung Merbabu (doc.bhs/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Di balik pesona keindahan serta keanekaragaman hayati, Gunung Merbabu juga menyimpan peninggalan benda-benda bersejarah. Dijalur tidak resmi, yakni jalur Timboa di Desa Ngadirojo, Gladagsari jadi sorotan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGMb) dikawasan tersebut setidaknya ada 14 situs cagar budaya.
“Beruntungnya, Timboa bukan jalur pendakian resmi. Sehingga situs cagar budaya masih aman,” kata Ketua Boyolali Heritage Society (BHS), Kusworo Rahardian. Sabtu 17 September 2022.
Dia menuturkan BHS bersama tim BTNGMb pada 2020 silam, melakukan ekspedisi melewati area Bukit Gunung Kethu sampai Kawah Mati dan Puncak Syarif. Kemudian saat turun melewati arah jalur Timboa di Ngadirojo, Gladagsari. Selama ekspedisi ini, pihaknya mencatat 14 temuan arkeologi lengkap dengan koordinat lokasi temuan serta ketinggiannya.
“Beberapa temuan yang cukup besar seperti tiga struktur tangga dari batu alam. Ada stuktur tangga 1 berbentuk teras yang dilaporkan pada pasca kebakaran 2019 silam. Diketinghian 2908 meter diatas permukaan laut (MDPL). Dengan panjang sekitar 4 meter naik dari teras teras besar di bawahnya ke punggungan bagian paling atas,” katanya.
Kemudian ditemukan prasasti batu berangka tahun menempel di teras kedua. Tepatnya diketinggian 2910 MDPL. Batu berangka tahun 1448 Saka atau 1526. Penulisan dengan huruf khas lereng Merapi Merbabu. Yakni pada periode klasik pertengahan abad 15 – 16 masehi. Diantara huruf tersebut juga diapit dengan simbol khas prasasti Lereng Merapi-Merbabu.
Selain itu, ditemukan batu lumpang dan pecahan terakota. Lalu ditemukan juga struktur tangga 2 diketinggian 2902 MDPL. Di situs ini juga ditemukan struktur reruntuhan bekas bangunan menyerupai altar. Dengan perkiraan luas 2 x 2 meter persegi. Selanjutnya ditemukan struktur anak tangga 74 dikentinggian 2653 MDPL. Anak tangga ini merupakan lurusan dari anak tangga diatasnya dalam satu punggungan yang sama diatas Desa Diwak Lama (Desa kuno).
“Sayangnya, kondisinya sudah runtuh semua. Sehingga masyarakat menyebut reruntuhan ini sebagai Candi Bawah,” imbuhnya.
Kusworo mengemukakan, merujuk pada Peta Topografi terbitan Belanda 1974. Jalur timur laut ini merupakan jalur kuno yang dipetakan pada masa tersebut. Masuk melalui Desa Diwak Lama yang sudah ditinggalkan warganya.
“Obyek tinggalan Arkeologi Timboa. Sepintas menggambarkan bekas hunian komunitas tertentu pada masa itu,” pungkasnya. (*)