Penanganan Kemiskinan Ekstrim Di Boyolali Rehab Ribuan Rumah Tidak Layak Huni

Tahun ini alokasi bantuan rehabilitasi menyasar 3.810 RTLH. Selain itu, terdapat program RTLH untuk penanganan kemiskinan ekstrim (PKE), menyasar empat kecamatan. (ilustrasi/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Kabupaten Boyolali menyebut bantuan Rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) tahun ini mencapai sekitar 3.810 unit. Terdiri dari bantuan RTLH dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten sebanyak 1.000 unit. Dengan bantuan rehabilitasi senilai Rp15.000.000 per unit. Sedangkan APBD Provinsi sebanyak 389 unit senilai Rp12.000.000 per unit.
“Lalu ada sharing dana alokasi khusus (DAK) dan APBD sebanyak 194 unit. Penerima akan mendapat bantuan senilai Rp35.000.000,” kata Kabid Perumahan, Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Boyolali, Tulus Raharjo, pada Senin 19 September 2022.
Jumlah sebanyak itu, lanjut Tulus, dengan rincian Rp20.000.000 dari DAK dan Rp15.000.000 dari APBD. Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dari Kementrian PUPR sebanyak 690 unit. Dengan bantuan senilai Rp20.000.000. Bantuan rehabilitasi dari pusat ini diserahkan melalui Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P), Kementerian PUPR wilayah Jogjakarta. Kemudian turun lagi bantuan PKE yang menginduk program BSPS Kementerian PUPR sekitar 1.537 unit. Masing-masing unit menerima bantuan rehabilitasi senilai Rp20.000.000.
“Ini baru turun dan masih disosialisasikan. Karena PKE memang fokusnya di daerah dengan kemiskinan ekstrim. Sedangkan progres pembangunan fisik masih berjalan,” imbuhnya.
Untuk RTLH dari APBD sudah rampung 100 persen. Sedangkan sharing DAK dan APBD mencapai 60 persen. Kemudian progres fisik progtam BSPS dan PKE sekitar 30 persen. Rehabilitasi RTLH terus dikebut. Terutama untuk program BSPS yang memasuki tahap 2. Sedangkan PKE memasuki tahap sosialisasi.
“PKE ini kan alokasi tambahan dari pusat. Menyasar daerah yang dianggap masuk kriteria kemiskinan ekstrim. Terutama wilayah utara. Seperti Juwangi, Wonosegoro, Wonosamudro dan Kemusu. Yang dianggap kemikinan ekstrim. Meski memang ada juga realita, rumah yang masih gambung dengan kandang, ataupun salah satu anggota keluarganya ODGJ (Orang dalam gangguan jiwa,red),” imbuhnya.
Menurut Tulus, rehabilitasi rumah akan menitik beratkan pada atap lantai dan dinding, juga harus didukung kemampuan swadaya. Karena jumlah bantuan tentu tidak mencukupi.
Adapun, penanganan RTLH ini dilakukan lintas sektor. Seperti Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk penyediaan sanitasi. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk penanganan sampah.
“Bantuan RTLH ini hanya menyasar masyarakat dari keluarga miskin,yang terdaftar dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) maupun data pusat,” pungkasnya. (*)