Pengusaha Tahu Tempe di Boyolali Kelimpungan, Harga Kedelai Terus Naik

FOKUS JATENG-BOYOLALI-Pengrajin tahu dan tempe di Boyolali masih memikirkan ukuran tahu dan tempe sebagai dampak kenaikan harga kedelai impor. Setiap harinya harga kedelai mengalami kenaikan sejak 10 hari terakhir, hingga saat ini harga kedelai hampir Rp13.000 per kilogramnya.
Harga kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe dan tahu, mengalami kenaikan harga setiap harinya, rata – rata kenaikan berkisar Rp100 hingga Rp200, hingga saat ini harga kedelai berada di Rp12.850 per kilogramnya. Menyikapi gejolak ini, pengrajin tempe di Dukuh Bantulan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah terus berupaya agar berproduksi setiap harinya.
“Harga kedelai setiap hari naik antara Rp100 sampai Rp200. Harga kedelai ini kurang lebih sudah 10 hari merangkak , Nah kemarin seharga 11 koma, naik naik, 12 koma, sekarang sampai hari ini sudah Rp12.850,” kata salah satu pengrajin tempe,Subandi pada Senin 26 Sepetember 2022.
Dia menjelaskan, dampak kenaikan harga kedelai itu, terhitung sejak tiga terakhir dirinya sudah beberapa kali mengubah ukuran tempe menjadi lebih kecil. Dalam kondisi normal tempe yang ia produksi berukuran 27 centimeter dengan harga jual Rp5000 per potongnya, namun saat ini tempenya hanya berukuran 25 centimeter dengan ketebalan 3 centimeter. Disisi lain, pihaknya sudah tidak bisa menaikkan harga jual karena akan sangat berpengaruh kepada konsumen. Hal ini dia lakukan sebagai imbas terus naiknya harga bahan baku kedelai.
“Untuk mensiasati yang dari ukuran panjang ya diperpendek, kalau harga masih tetap biasa, andaikata tempe berapa 2500 panjangnya 15 centi sekarang jadi 13 centi, yang 5000 tadinya 27 centi sekarang 25 centi ya kaya gitu untuk mensiasati, supaya pembeli ini tidak terkejut,” katanya
Senada, perajin tahu, Mardiyanto mengatakan harga kedelai yang hampir menyentuh Rp13.000 per kilogram ini disebabkan salah satunya karena kenaikan harga BBM. Mardiyanto mengaku sudah tidak mungkin lagi menaikan harga jual tahu, karena bakal berimbas komplain dari para pelanggannya. Dia dan kawan-kawannya saat ini memilih mengalah, yakni dengan tidak menurunkan harga, dengan risiko menyusutnya keuntungan yang ia peroleh. Terlebih saat ini ukuran tahu yang dia produksi sudah berukuran kecil dan tidak mungkin akan diperkecil lagi yang akan berpengaruh pada kualitas tahu.
“Kalau saya selama masih dapat untung, saya bertahan. Walaupun mengurangi keuntungan ya tetap bertahan, tapi kalau nanti sudah gak ada apa apanya otomatis saya naikkan,” ujarnya.
Namun demikian, Mardiyanto juga berniat menaikkan harga tahu yang ia produksi. Hal itu akan dilakukan jika harga kedelai sudah berada di atas Rp13.000 per kilogramnya.
“Saya nunggu nanti kalau harga kedelai impor sudah Rp13.000 keatas ya saya naikkan, tahunya saya naikkan. Kalau mengurangi takaran ya gak bisa, ya bisa kalau ditempat saya tapi gak bisa masalahnya nanti dari pada hasilnya malah rusak gitu, produksi tahunya bisa rusak, istilahnya kalau dilihat itu tidak pantas lah, ditempat lain ada yang lebih kecil, tapi di saya, dipelanggan saya itu sudah ukuran paling kecil,” pungkasnya.(**)