Soal Candi Tlawong Begini Penjelasan BPCB Jateng

Bekas penggalian ditutup dengan terpal berwarna biru. Tidak ada aktivitas penggalian. Namun, beberapa pekerja tampak berkumpul di situs Gumuk Serut. Mereka melakukan survei permukaan dan survei bawah permukaan. (doc.bhs/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI- Penggalian benda cagar budaya candi tlawong, dimana warga menyebutnya watu serut atau gumuk serut yang berada di Desa Tlawong, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, kembali dipertanyakan. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah menyebut ekskavasi diduga oleh pihak ketiga itu tanpa berkoordinasi sebelumnya. Namun demikian pihak BPCB Jateng bersedia memfasilitasi koordinasi dengan Disdikbud Boyolali serta pihak ketiga (CV yang bersangkutan). Hanya saja keduanya tidak datang.
“Jadi, sementara sudah saya sampaikan, ya sementara belum ada koordinasi, itu tidak boleh dilakukan ekskavasi di lapangan. Itu harus distop. Stop semuanya sebelum itu ada koordinasi ke kita (BPCB,red),” kata Kepala BPCB Jateng, Sukranadi saat dihubungi wartawan pada Kamis 6 Oktober 2022.
Ditegaskan, terkait ekskavasi telah diatur dalam Undang-undang (UU) nomor 11 tahun 2010 serta Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2022. Untuk kegiatan ekskavasi dan pencarian harus dilakukan institusi yang bergerak dibidang penelitian. Seperti BPCB, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ataupun universitas yang memiliki bidang arkeologi. 
“Nah, kalau pakai pihak CV itu kan, kan tidak ada bidang usaha ekskavasi kan. Kemudian fungsi dari Dinas Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali tidak ada melakukan itu, gitu lho. Yang ada fungsinya kan di BPCB, lalu BRIN yang dulu disebut Balai Arkeologi Jogjakarta, kalau univeristas yang ada arkeologinya itu tidak masalah. Seperti UGM atau UI, atau lembaga yang ada penelitian dibidang itu,” paparnya. 
Terkait koordinasi ulang, Sukranadi menyatakan siap. Tinggal pihak Disdikbud dan pihak ketiga menentukan waktu.
“Kalau nekat ya kita tuntut dengan proses hukum. Karena itu ada undang-undangnya. Itu kan merusak. Berarti kan mereka ilegal. Iya, ilegal to. Sekarang CV itu, saya tanya. Ada CV gak yang bidang usahanya melakukan ekskavasi. Dicari coba, CV dimana di Indonesia bidang usahanya melakukan ekskavasi? Ya, kan,” kata Sukranadi.  
Ditambahkan, izin ke BPCB Jateng adalah untuk focus group disscussion (FGD). Bukan melakukan penggalian atau ekskavasi. Maka kegiatan tersebut termasuk dalam pengerusakan situs cagar budaya.
“Kan, (Pelaksanaannya,red) tanpa izin itu kan. Masuk pidana. Meskipun ditimbun lagi ya itu merusak, kan. Sudah dikatakan merusak. Kan, tidak boleh melakukan pencarian kecuali oleh institusi yang berwenang melakukan itu. UU dah jelas itu,” tegasnya. 
Kepala BPCB Jateng menambahkan pihaknya tidak ingin mempersulit. Hanya koordinasi saja. Juga tidak mengharuskan pelaksanaan dari BPCB. Namun, jika daerah menggandeng institusi seperti BRIN dan fakultas arkeologi universitas justru tidak masalah. Agar hasil penelitian situs tersebut bisa dipertanggungjawabkan secara akademis serta ilmiah. 
“Kalau (pihak ketiga) ada tenaga arkeologi itu kan perorangan. Bukan institusi,” ujarnya. 
Sementara itu, Kabid Kebudayaan, Disdikbud Boyolali, Biyanto mengakui tidak dapat hadir. Sebenarnya, pihaknya siap untuk melakukan koordinasi. Namun, pihak ketiga belum meminta waktu untuk berkoordinasi dengan BPCB Jateng. 
“Jadi, kejelasannya tunggu sampai kami selesai berkoordinasi dengan pihak BPCB. Hari ini (Kamis)yang jelas belum bisa ke sana (BPCB). Kegiatan di Tlawong itu berhenti. Sebenarnya sejak awal itu sudah berhenti. Karena sudah begitu, akhirnya dihentikan saja,” ujarnya. 
Biyanto juga enggan menjawab, saat di singgung terkait anggaran penggalian.
“Saya tidak bisa sampaikan, nanti saja setelah klir hasil koordinasi dengan BPCB,” pungkasnya. (*)