Ratusan Siswa SMP di Boyolali Ikuti Festival Tunas Bahasa Ibu

FOKUS JATENG-BOYOLALI- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Boyolali menggelar festival Tunas Bahasa Ibu, untuk jenjang SMP se-Kabupaten Boyolali. Ada enam cabang yang dilombakan, meliputi
cabang lomba menulis geguritan, nembang macapat, sesorah atau pidato Bahasa Jawa, maos aksara Jawa dan Karawitan serta lukisan. Ada ratusan peserta dari 22 kecamatan. 
“Festival ini sekaligus untuk memunculkan penutur-penutur bahasa ibu. Dengan harapan bahasa lokal tidak akan lenyap,” kata Kabid SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali, Lasno.
Dujelaskan festival tunas bahasa ibu diadakan sehari pada Kamis 20 Oktober 2022.
“Festival ini menjadi kalender rutin dari Balai Bahasa Jateng. Sedangkan untuk festival kedua. Kemudian akan diambil juara 1,2, 3. Untuk juara 1 diambil untuk maju ke provinsi,” katanya saat ditemui di SMPN 3 Mojosongo. 
Untuk lomba melukis diikuti 60 peserta dan diselenggarakan di Pengging, Banyudono. Kemudian lomba karawitan diikuti tujuh grup dan berlokasi di Museum R. Hamong Wardoyo. Sedangkan lomba lainnya di gelar di SMPN 3 Mojosongo. Yakni, tembang macapat diikuti 53 peserta, sesorah atau pidato diikuti 50 peserta, maos aksara Jawa 49 peserta dan nulis geguritan 46 peserta. 
“Jadi, Balai Bahasa Kemendikbud meluncurkan festival ini untuk memperbanyak penutur-penutur bahasa ibu. Saya kira, di lingkup Boyolali tidak ada masalah, karena masih banyak penutur. Namun, dari segi sopan santun, adab, etika anak-anak sudah terpengaruh globalisasi. Kami menyadari hal itu. Maka festival ini sekaligus untuk menanggulangi itu,” katanya. 
Terpisah, Kepala Disdikbud Boyolali, Darmanto mengatakan bahasa Jawa merupakan warisan budaya tak benda. Selain itu, seiring perkembangan zaman, penutur bahasa Jawa mulai menurun. “Ada keprihatinan. Karena bisa jadi bahasa Jawa akan punah pada 20-30 tahun mendatang. Apalagi jika tidak ada upaya maksimal untuk pelestarian bahasa ibu ini,” katanya. Menurut Darmanto, festival bahasa ibu ini, menjadi upaya pelestarian. Sesuai dengan peraturan gubernur (Pergub) Jateng nomor 55 tahun 2014 tentang bahasa, sastra dan huruf Jawa.
“Hal ini juga sesuai tugas pokok Disdikbud untuk memajukan dan melestarikan budaya,” pungkasnya. (*)