FOKUS JATENG-SOLO- Membangun Pemahaman Multidisiplin Dalam Menghadapi Tantangan Global. Sekolah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bekerjasama dengan Institute of Business Administration (IBA), Karachi, Pakistan untuk pertama kalinya menggelar seminar lintas bidang ICOMSI (_International Conference on Multidisiplinary Studises_). Acara yang digelar pada Rabu 19 Oktober 2022 di UNS Tower, Surakarta, dengan mengambil tema _Community Development and Cultural Changes in the Time of Natural Crisis_.
Semangat multidisiplin pengetahuan untuk menjawab tantangan global ini menghadirkan pembicara dari berbagi negara yaitu Prof. Frans Wijsen (Radboud University, Nijmegen, Belanda), Prof. Roberto Tottoli (University of Naples, L’Orientale, Italia), Dr. Abdul Haque Chang (Associate Prpfessor of Institute pf Business Asministration, Karachi, Pakistan), Prof. Joseph Mumba Zulu (University pf Zambia, Lusaka, Zambia), dan Prof. Sutarno, Ph.D., Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia).
Dekan Sekolah Pascasarjana UNS Prof. Sutarno., Ph.D., dalam sambutannya menyampaikan, acara diselenggarakan secara luring merupakan indikasi bahwa dunia sudah bersama-sama melalui krisis akibat Covid 19. Pandemi global memberikan perubahan cara pandang terhadap krisis global pada masa mendatang.
“ICOMSI memberikan penawaran menarik dari pandangan para ahli dan hasil penelitian dalam memahami transformasi dan cara komunitas membangun kemampuan dan kapasitas di bidang budaya, lingkungan, kesehatan, dan pengembangan masyarakat,” katanya.
Senada, Prof. Frans Wijsen mengemukakan, “Krisis ini harus kita hadapi bersama-sama dari semua pemangku kepentingan dengan cara membangun community share ownership.”
Dijelaskan mengemukakan, perlunya membentuk kolaborasi antar komunitas baik antar bidang maupun menghubungkan secara vertikal.
“Sudah ada banyak slogan tentang kelestarian alam dan menghadapi permasalahan global namun sering kali tak memiliki “bahasa” yang sama sehingga masing-masing jalan sendiri, ” papar Prof Frans Wijsen.
*Organisme yang”Hidup”*
Sementara itu, Prof. Roberto Tottoli melihat permasalahan global dari kacamata religi sebagaimana bidangnya. “Sudah saatnya kita melihat bumi, langit, air, dan semua unsur lingkungan bukan lagi sebagai obyek, namun subyek. Kita melihatnya sebagai organisme yang “hidup”,” katanya.
Padangan ini bertujuan untuk memberi penghargaan yang lebih pada alam sehingga manusia punya kebijaksanaan dalam memperlakukan.
Misalnya dalam hal penghargaan terhadap keragaman, termasuk keragaman hayati (biodeversitas).
Prof. Sutarno Ph.D mempresentasikan tentang permasalahan keragaman hayati dunia. Ia menyampaikan data dari Europian Environment Agency (Oktober 2020) menyatakan bahwa 81% habitat keragaman hayati dalam status buruk dan sepertiganya kondisinya terus memburuk.
“Apabila keragaman hayati lenyap, maka manusia pun akan lenyap,” kata Prof. Sutarno Ph.D. yang juga menjadi pemimpin redaksi jurnal biodeversitas SMUJO.
Disisi lain, Prof. Joseph Mumba Zulu menyampaikan studi cara Zambia menghadapi Covid-19 hingga inovasi vaksin. Sedangkan Dr. Abdul Haque Chang menyampaikan tantangan pengembangan masyarakat pada era digital.
Pada sesi kedua merupakan presentasi para presenter paper dari berbagai univesitas. Sesi ini terselenggara dalam 5 ruang yaitu _Community empowerment on health promotion, economic, and CSR_; _environment conditions and education_;_ art, tradition, and social change; green tourism_; dan _agri-food sustainability and circular economy_. (**/bram)