Makam Kerkhof Dezentje Bukti Kehidupan Warga Belanda di Boyolali

Saat ini, Kerkhof Ampel ini sudah dibangun pagar keliling oleh ahli waris keluarga Johannes Augustinus Dezentje. (yull/Fokusjateng.com)

FOKUS JATENG-BOYOLALI-DI Ampel ada sebuah komplek makan yang menjadi saksi bisu bukti kehidupan warga Belanda di Boyolali. Makam Kerkhof ” DEZENTJE. Makam ini menurut informasi dibangun 1839. Kerkhof Ampel ini pun sudah masuk dalam inventaris BPCB Jawa Tengah. Saat ini, Kerkhof Ampel ini sudah dibangun pagar keliling oleh ahli waris keluarga Johannes Augustinus Dezentje.
Pemerhati sejarah dan Budayawa Boyolali, Koesworo Rahardian mengatakan kondisi komplek makam peninggalan Belanda tersebut berada di wilayah Desa Candi Kecamatan Ampel. Berbagai bentuk bangunan makam sempat menjadi sorotan, mengingat nyaris semua model makam eropa ada di sana.
“Di makam tersebut, saya lihat memiliki model makam yg sangat Komplit sekali, semua model Makam eropa ada disana,” ujarnya.
Dia menuturkan, keluarga Dezenjte kala itu merupakan keluarga pemilik perkebunan yang amat disegani di wilayah Surakarta raya. Tanahnya mencakup hampir separo dari wilayah Kabupaten Boyolali yang sekarang. Usaha perkebunan keluarga itu dirintis oleh Johannes Augustinus Dezenjte ( 1797 -1839 ) pada tahun 1810an, menjadikannya sebagai pionir perkebunan di tanah Vorstenlanden. Saking luasnya wilayah perkebunannya, mencapai 1.275 Hektar. Mengitari sisi Utara gunung Merapi-Merbabu. Mulai dari Boyolali, Banaran hingga Bawen saat ini
“Johannes Agustinus Dezentje atau biasa disebut sebagai Tinus Dezentje (1797-1839) adalah putra dari seorang pegawal berkebangsaan Eropa untuk raja dari Kasunanan Surakarta bernama August Jan Caspar ( 1765-1826),” ujarnya.
Koesworo mengungkapkan saking besarnya, menjadikan kebun kopi yang dikuasi Tinus menjadi nomor 2 setelah di tanah Parahyangan, Jawa Barat. Sekitar tahun 1815, tanaman Kopi mulai ditanam di wilayah Ampel oleh Johannes Augustinus Dezentje. Bekas-bekas kejayaan Kopi Ampel saat ini masih dapat ditemui. Di Beberapa lokasi, masih ada sejumlah pohon kopi berukuran besar dan tinggi tumbuh subur di kaki gunung Merbabu ini.
“Untuk memperluas tanah perkebunannya Tinus juga menikahi kerabat Keraton Surakarta,” katanya.
Saat Perang Jawa (1825-1830) berlangsung, kondisi ini mengancam bisnis perkebunan miliknya. Untuk menjamin keamanan bisnisnya, Tinus rela mengeluarkan biaya untuk mempekerjakan 1.500 serdadu asing yang kemudian lebih dikenal sebagai Detasemen Dezentje. Atas permintaan Jenderal De Kock, Dezentje mempengaruhi Sri Susuhunan untuk tetap bersikap netral dalam Perang Jawa. Untuk jasanya ini, Kerajaan Belanda memberikan penghargaan berupa Orde de Nederlandse Leeuw kepada Tinus.
Tinus meninggal pada 7 November 1839 dalam usia 42 tahun. Ia mewariskan lahan perkebunan seluas 1.275 Hektar. Kejayaan keluarga Dezentje di Bumi Vorstenlanden berlalu bersama waktu. Keberadaan mereka terlupakan. (*)