Sapu Ijuk Asal Boyolali Bertahan Sejak Sebelum Kemerdekaan

FOKUS JATENG-BOYOLALI- Keahlian mengolah injuk menjadi penopang perekonomian sebagian masyarakat di wilayah Desa Manggis, Mojosongo. Selain bertani dan ternak sapi. Namun, tidak sedikit pula yang menjadikan keterampilan mengolah ijuk menjadi sapu, sikat dan peralatan lainnya ini sebagai penghasilan utama keluarga. Ketrampilan ini bahkan sudah dilakukan sebelum kemerdekaan. Bukti eksistensi turun temurun yang masih eksis hingga kini. 
Salah satunya, Sumini (57) warga Dusun Jantung, Desa Manggis yang mengaku telah membuat ijuk sejak usia 22 tahun. Dia mengatakan banyak warga di daerahnya yang mengolah ijuk sebagai mata pencaharian setelah bertani. Selain ada yang menjadi pekerja di tempat pengolahan, ada juga yang melakukan secara mandiri, yaitu mengolah ijuk hingga memiliki nilai ekonomi.
”Banyak warga yang mengandalkan ekonomi keluarganya dengan mengolah ijuk untuk barang rumah tangga, seperti sapu dan sikat,” katanya.
Diungkapkan, hampir ditiap rumah, ibu-ibu secara mandiri merajut ijuk menjadi sapu. Sentra pembuatan sapu ini menyebar di beberapa dusun. Ke timur menuju Dusun Jetis hingga Dawar. Di Dusun Dawar, tak hanya fokus pembuatan sapu. Mereka juga membuatkan tongkatnya. Tak hanya itu, sepanjang jalan Boyolali -Klaten toko-toko alat pembersih rumah berjejeran.
Sumini mengaku, dalam sehari bisa membuat 100 biji sapu tanpa tongkat. Perbijinya dijual dengan harga Rp5.000. “Tapi saat ini, saya mengerjakan borongan. Pesanan sapu ada empat sampai lima ribu biji tiap bulannya,” imbuhnya.
Perajin sapu lainnya, Sriyanto, (57), menambahkan sentra home industri sapu ijuk ini memang sudah dilakoni warga lokal sejak sebelum kemerdekaan. Warga mengandalkan hidup dari penjualan sapu ijuk tersebut. 
“Di sini memang rata-rata pembuat sapu ijuk. Hampir tiap rumah buat untuk produksi. Kadang produksinya di belakang rumah biar gak ngotori teras. Kalau perajinnya, ada seratusan kepala keluarga (KK). Memang sudah dari zaman mbah-mbah, dari saya kecil sudah nemuin bapak bikin ini,” katanya. 
Di dusunnya, rata-rata hanya membuat anyaman ijuk pada lakop. Sedangkan pemasangan tongkatnya akan dikerjakan pembeli lainnya. Itupun sudah mendapatkan keuntungan cukup. Karena satu batang sapu laku senilai Rp5.000. Tak hanya itu, ijuk bisa dimanfaatkan semua. Dari kualitas bagus untuk sapu. Jika terlalu pendek bisa digunakan untuk pembuatan tali tambang ijuk. Sedangkan kualitas jelek yakni ijuk yang kotor bisa dimanfaatkan untuk filtrasi resapan septic tank. “Alhamdulillah ya tetap ada permintaan meski sekarang banyak produk sejenis dengan bahan baku plastik,” pungkasnya. (*)