FOKUS JATENG-BOYOLALI- Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Boyolali mewaspadai pelanggaran pemilu melalui media sosial saat pelaksanaan pemilu mendatang. untuk mengantisipasi pelanggaran tersebut, Bawaslu melakukan pengawasan di media sosial dengan menggandeng berbagai pihak. Kendati demikian, angka pelanggaran terus menurun. Pada 2015 ada 90 pelanggaran, namun pada 2020 turun drastis hanya ada 16 pelanggaran dengan empat pelanggaran yang masuk kategori pidana.
“Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) kita masuk kategori sedang. Namun, kita antisipasi lebih, karena IKP ini akan menjadi tolak ukur kita untuk melakukan pencegahan. Potensi-potensi pelanggaran yang pernah terjadi, misalnya ada TPS yang dicobloskan orang lain, mobilisasi massa, dan titik rawan yang harus diantisipasi,” kata Ketua Bawaslu Boyolali, Taryono, Kamis 22 Desember 2022.
Dijelaskan, penanganan pelanggaran pemilu di media massa bisa diselesaikan dengan meneruskan ke Dewan Pers atau KPI. Sedangkan medsos bisa dilaporkan dengan UU ITE. Sehingga edukasi dan sosialisasi untuk paham demokrasi terus dilakukan. Selain itu, titik kerawanan konflik pemilu didominasi daerah utara. Terutama daerah perbatasan.
“Harapan kami sosialisasi selama ini berhasil dan bisa meningkatkan kesadaran demokrasi masyarakat,” imbuhnya.
Kordiv Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Kabupaten Boyolali, Rubiyanto, mengatakan media sosial dan massa memang menjadi salah satu media kampanye. Sehingga keberadaannya juga diatur dalam PKPU nomor 33 tahun 2018 yang mengatur tentang kampanye. Aturan juga berlaku bagi pemasang iklan di media massa.
“Untuk mengantisipasi potensi polarisasi dampak dari medsos akan dibuat Satgas Siber. Satgas tersebut akan melakukan pengawasan di medsos. Sebenarnya, aturannya kan sudah dibuat, ada regulasi yang mengatur. Bahkan baik di medsos maupun mainstreem,” katanya.
Selain itu, upaya menekan polarisasi dan sara dengan melakukan berbagai kegiatan. Seperti sosialisasi pada 25 ormas termasuk FKUB Boyolali. Sosialisasi ini memberikan pemahaman agar masyarakat lebih melek demokrasi dan tidak terjebak dalam polarisasi. Bawaslu juga akan memasang banner edukasi di 13 titik. Selain itu, sosialisasi juga dilakukan secara daring melalui medsos.
“Jelas, memang ada potensi pelanggaran di situ (Medsos) ada. Bahkan bisa mengarah ke pidana,” katanya.
Ketua PWI Surakarta, Anas Syahirul, menambahkan Pemilu 2024 sangat komplek dan rumit. Karena dalam satu tahun, ada dua kali pemilihan. Sehingga, potensi polarisasi ataupun sara dan ujaran kebencian masih ada. Sehingga diperlukan kolaborasi pengawasan dengan stake holder lainnya. (*)